kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.901.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.524   20,00   0,12%
  • IDX 7.547   62,59   0,84%
  • KOMPAS100 1.060   11,20   1,07%
  • LQ45 799   8,09   1,02%
  • ISSI 256   2,49   0,98%
  • IDX30 413   4,04   0,99%
  • IDXHIDIV20 469   3,67   0,79%
  • IDX80 120   1,07   0,91%
  • IDXV30 122   -0,34   -0,28%
  • IDXQ30 131   1,10   0,85%

GAIKINDO Soroti Perang Harga di GIIAS, Industri Otomotif Perlu Penyelamatan Serius


Kamis, 31 Juli 2025 / 18:14 WIB
GAIKINDO Soroti Perang Harga di GIIAS, Industri Otomotif Perlu Penyelamatan Serius
ILUSTRASI. Penyaluran Pembiayaan: Suasana pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 di Tangerang, Banten, Selasa (29/7/2025). HIngga Mei 2025 pembiayaan kendaraan bermotor kendaraan bermotor menyumbang porsi terbesar yaitu 76,85% atau sekitar Rp 314,4 triliun dari total pembiayaan industri multifinance yang sebesar Rp 408,37 triliun. KONTAN/BAihaki/29/7/2025


Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menyoroti dinamika kompetisi harga antar produsen otomotif yang kian tajam, terutama di ajang GIIAS 2025. 

Sekretaris Umum GAIKINDO, Kukuh Kumara, menegaskan bahwa meskipun perang harga menarik dari sisi konsumen, kondisi industri otomotif nasional justru sedang tidak baik-baik saja.

"Kontribusi industri kendaraan bermotor menurun dan harus kita angkat kembali. Kami prihatin karena stagnasi ini sudah cukup lama," ujar Kukuh di giias, Kamis (31/7/2025).

Ia mengingatkan, setelah peluncuran mobil LCGC (Low Cost Green Car) pada 2013, industri otomotif nasional sempat mencetak angka penjualan lebih dari 1 juta unit per tahun. Namun, pada 2024, penjualan justru anjlok ke angka 800 ribu unit.

Lebih lanjut, Kukuh menyatakan Indonesia memang masih menjadi pasar otomotif terbesar di ASEAN. Namun, pangsa pasar nasional terus tergerus. Dari yang biasanya berada di atas 30%, kini hanya berkisar 25%. Malaysia bahkan naik kelas menyalip Thailand yang kini di posisi ketiga dengan penjualan sekitar 500 ribu unit per tahun.

Baca Juga: APM Pangkas Produksi Mobil, Gaikindo Akui Daya Beli Lemah Tekan Pasar

Kukuh menyebutkan beberapa faktor utama yang menekan industri otomotif, salah satunya adalah penurunan daya beli kelas menengah. "Populasinya besar, sekitar 10–11 juta orang, dan dulu menjadi tulang punggung penjualan mobil LCGC. Tapi sekarang, pendapatan mereka tumbuh hanya 3% per tahun, sementara harga mobil incaran naik 7,5%. Gap-nya makin besar," kata Kukuh.

Selain itu, perubahan preferensi generasi muda juga menjadi tantangan tersendiri. "Generasi milenial dan Z tidak melihat mobil seperti generasi saya. Mereka ingin teknologi, kemudahan, dan efisiensi. Ini perlu disikapi pelaku industri," imbuhnya.

Kukuh menilai produsen asal Tiongkok menjadi pemain baru yang agresif dengan teknologi terjangkau dan pendekatan digitalisasi interior kendaraan. 

"Sekarang dashboard, tombol AC, hingga speedometer disederhanakan jadi satu layar digital. Itu menghemat biaya produksi signifikan, tapi membuat kita yang lama merasa asing."

Dalam kesempatan yang sama, Kukuh menyoroti beratnya beban pajak kendaraan di Indonesia sebagai salah satu akar permasalahan mahalnya harga mobil. Ia membandingkan langsung pajak kendaraan Toyota Avanza di Indonesia dan Malaysia.

"Di Indonesia, pajak tahunannya bisa hampir Rp 5 juta. Di Malaysia, mobil yang sama hanya Rp 500 ribu. Ambil contoh mobil Rp 100 juta, untuk bisa memilikinya harus bayar Rp 150 juta karena pajaknya mencapai Rp 50 juta," tegasnya.

Baca Juga: Industri Otomotif Terpuruk, Gaikindo Cari Strategi Pulihkan Penjualan Mobil

Menurutnya, struktur pajak yang tidak efisien membuat harga mobil sulit dijangkau masyarakat luas. Akibatnya, penjualan mobil stagnan dan efeknya menjalar ke seluruh ekosistem industri otomotif, mulai dari pabrikan, pemasok komponen (Tier 1, 2 dan 3), hingga UMKM dan bengkel.

"Kita sedang berada di titik kritis. Kalau dibiarkan, PHK bisa terjadi di banyak lini. Kita harus bergerak bersama menyelamatkan industri ini," tutur Kukuh.

GAIKINDO berharap adanya penyesuaian kebijakan pajak, insentif baru yang menyasar pembeli riil, serta perbaikan aksesibilitas bahan bakar ramah lingkungan seperti Euro 4 yang saat ini belum tersedia merata di seluruh wilayah Indonesia.

Di sisi lain, Kukuh juga mendorong produsen untuk membangun basis produksi lokal yang kuat dan mulai berinvestasi di R&D agar mampu menciptakan kendaraan yang sesuai kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

"Kita harus mengalami transisi bersama menuju digitalisasi dan kendaraan masa depan. Tapi tetap dengan strategi yang memperhitungkan kondisi pasar nasional dan daya beli masyarakat," pungkasnya.

Baca Juga: GIIAS 2025 Dibuka, Gaikindo Optimistis dengan Industri Otomotif Nasional

Selanjutnya: Kabar Baik, WNI yang Pernah Berkunjung ke Eropa Bisa Dapat Visa 5 Tahun

Menarik Dibaca: Apakah Minum Teh Hijau Bisa Menurunkan Berat Badan atau Tidak? Ini Jawabannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×