Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
Achmad Yunus Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute mengatakan, komponen gaji pegawai merupakan kesepakatan antara Manajemen PLN dengan Serikat Pekerja yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), sehingga tindakan perubahan termasuk pengurangan gaji harus dengan persetujuan Serikat Pekerja sebagai representasi karyawan PLN.
"Menggunakan anggaran biaya pegawai untuk membayar kompensasi atas terjadinya blackout merupakan tindakan yang paling sederhana untuk dilakukan namun jauh dari esensi keadilan, karena cenderung membebankan pada karyawan," kata dia dalam siaran pers, Kamis (8/8).
Baca Juga: Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) minta Direksi PLN dan Komisaris diganti
Dia menyatakan, pada tahun berjalan PLN telah mencatatkan laba sebesar Rp 4,2 triliun, seharusnya pembayaran kompensasi blackout dapat diambilkan dari laba berjalan tersebut (dengan mengurangi laba) dan tidak mengorbankan kesejahteraan karyawan, namun Direksi PLN cenderung memilih untuk mengurangi gaji karyawan.
Hal ini cukup realistis menurut direksi karena penilaian Kementerian BUMN terhadap kinerja perusahaan BUMN hanya berdasar pada pencapaian angka-angka semata, sementara kualitas layanan kepada publik tidak dipertimbangkan.
Oleh karena itu wajar jika Direksi BUMN harus mati-matian menjaga target laba agar mereka dinilai berhasil oleh Kementerian BUMN dan dipertahankan jabatannya sebagai Direksi atau kemudian diorbitkan untuk naik kelas memimpin BUMN yang lebih besar.
Baca Juga: Azas Tigor Nainggolan bakal gugat PLN dengan ganti rugi Rp 5.000
Yunus mengatakan, blackout merupakan resiko korporasi yang tidak serta merta harus dibebankan sepenuhnya kepada pekerja PLN melalui pengurangan gaji.
"Kami menyerukan kepada Manajemen PT PLN (Persero) agar berani mengurangi laba korporasi untuk membayar kompensasi sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik dan sebagai pelajaran untuk meningkatkan kualitas layanan PLN di masa yang akan datang," kata dia.
Ia menegaskan, Kementerian BUMN mestinya tidak melulu menilai kinerja Direksi dari capaian target pendapatan/laba (komersil), tetapi juga menjadikan kualitas layanan BUMN kepada publik sebagai faktor penilaian yang dominan karena BUMN didirikan tidak sekedar mengejar keuntungan semata tapi untuk menyediakan barang/jasa yang murah dan berkualitas untuk rakyat.
"Penilaian kinerja BUMN hanya pada capaian angka-angka pendapatan/laba adalah tindakan liberalisasi negara melalui BUMN dan hal ini menjadikan BUMN semakin jauh dari cita-cita awal didirikannya sebagai pilar ekonomi kerakyatan," imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News