Reporter: Vina Elvira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pelaksana Pusat Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (BPP Gapensi) melihat peta persaingan konstruksi nasional diproyeksikan berubah seiring fokus baru BUMN Karya yang kembali diarahkan pada proyek-proyek inti dan spesialisasi.
Wakil Sekjen III BPP Gapensi Errika Ferdinata menuturkan, kebijakan reposisi BUMN karya ini dapat menghasilkan peta persaingan yang lebih proporsional, antara BUMN dan swasta.
“Secara prinsip, Gapensi mendukung langkah BUMN Karya untuk kembali fokus pada proyek-proyek inti dan spesialisasi sesuai kapasitasnya. Ini dapat menghasilkan peta persaingan yang lebih proporsional antara BUMN dan swasta,” ungkap Errika, kepada Kontan.co.id, Senin (24/11/2025).
Namun, dalam praktiknya, Gapensi menyoroti kondisi di lapangan terdapat sejumlah isu besar yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem konstruksi, terutama bagi kontraktor daerah.
Isu pertama adalah kebijakan konsolidasi paket Sekolah Rakyat Tahap II, yang nilainya banyak disatukan menjadi paket di atas Rp 1 triliun. Gapensi menyampaikan kekhawatiran karena konsolidasi berskala jumbo ini membuat persaingan menjadi tidak seimbang.
Baca Juga: Gapensi Kritik Inpres Swakelola Proyek Irigasi: Rugikan Kontraktor Kecil
“Praktis hanya BUMN Karya yang dapat mengikuti tender. Kontraktor swasta daerah kehilangan pasar yang seharusnya menjadi ruang hidup mereka,” sebutnya.
Langkah konsolidasi berskala besar semacam ini perlu dievaluasi ulang karena juga mengurangi jumlah paket kecil–menengah yang dibutuhkan kontraktor daerah.
Isu kedua muncul dari praktik swakelola dan penunjukan langsung untuk pekerjaan dengan nilai hingga Rp 15 miliar. Jenis pekerjaan seperti renovasi ringan, pemeliharaan fasilitas publik, hingga pembangunan skala kecil–menengah yang sebelumnya menjadi pasar utama kontraktor kecil kini makin sulit diakses.
Isu ketiga yang dianggap paling serius adalah soal gagal bayar atau keterlambatan pembayaran kepada subkon oleh sejumlah BUMN Karya.
“Kontraktor kecil kehilangan modal kerja, banyak perusahaan berhenti beroperasi, muncul krisis kepercayaan dalam bermitra dengan BUMN Karya,” sambungnya.
Walaupun restrukturisasi BUMN sedang berjalan, trauma operasional masih membekas dan membuat kontraktor kecil–menengah tidak berani bermitra kembali.
Baca Juga: Perpres 46/2025 Terbit, Gapensi: Angin Segar Bagi Pelaku Industri Konstruksi
Gapensi memperkirakan persaingan paling ketat tahun depan akan terjadi pada proyek pemerintah dengan nilai hingga Rp 15 miliar. Ada empat faktor pemicu:
1.Regulasi memungkinkan kontraktor kecil mengikuti tender hingga Rp 25 miliar.
2.90% pelaku konstruksi di Indonesia adalah kontraktor kecil, sementara jumlah paket tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan pekerjaan.
3.Konsolidasi paket besar (termasuk pada program pendidikan) mengurangi jumlah paket kecil-menengah.
4.Munculnya praktik swakelola dan penunjukan langsung yang menghilangkan kesempatan kontraktor kecil.
“Akibatnya, terjadi perang harga ekstrem sehingga margin keuntungan menurun. Kemudian risiko kegagalan usaha meningkat, yang mengakibatkan daya saing kontraktor kecil semakin tertekan,” pungkas Errika.
Dengan berbagai dinamika tersebut, Gapensi menilai reposisi BUMN Karya dapat membenahi struktur industri, namun evaluasi terhadap kebijakan pengadaan pemerintah dinilai sangat mendesak untuk memastikan terciptanya kompetisi yang lebih adil di sektor konstruksi nasional.
Baca Juga: Infrastruktur dan Energi Terbarukan Dongkrak Prospek Konstruksi Indonesia pada 2026
Selanjutnya: Harga Bitcoin Anjlok, Kekayaan Satoshi Nakamoto Susut Jadi US$95,8 Miliar
Menarik Dibaca: 28 Camilan Sehat dan Enak untuk Diet Turun Berat Badan, Cek yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













