kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

GAPKI Minta Penambahan Pelabuhan Ekspor CPO


Kamis, 25 Juni 2009 / 08:16 WIB
GAPKI Minta Penambahan Pelabuhan Ekspor CPO


Reporter: Epung Saepudin | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sebagai salah satu negara penghasil crude palm oil (CPO) terbesar dunia, perkembangan industri kelapa sawit nasional belum begitu menggembirakan. Hal itu dapat dilihat dari kepemilikan kluster industri hilir kelapa sawit nasional secara sinergi seperti yang sudah dilakukan Malaysia. Jika dibandingkan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki kluster industri kelapa sawit, sementara Malaysia sudah memiliki tiga kluster.

Nah, untuk mewujudkannya, harus ada infrastruktur yang baik. Namun hingga saat ini persoalan infrastruktur masih menjadi masalah utama. Salah satunya yakni infrastruktur pelabuhan.

Hingga kini, Indonesia baru memiliki dua pelabuhan yaitu Belawan dan Dumai. Itu pun dengan kondisi yang sudah tidak memadai lagi mengingat sering mengalami permasalahan keterlambatan ketika melakukan pengiriman CPO.

"Perbaikan infrastruktur mutlak diperlukan jika ingin mengembangkan kluster industri hilir seperti insentif pajak, menyediakan infrastruktur yang sangat mendesak seperti pelabuhan. Selama ini pelabuhan ekspor di Belawan dan Dumai sudah overload. Akibatnya daya saing turun dibanding Malaysia," ujar Joko Supriyono, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) kepada KONTAN di sela-sela Workshop Pengembangan Kluster Industri Hilir Kelapa Sawit, di Hotel Grand Melia, Jakarta, Rabu (24/6) kemarin.

Joko menuturkan akibat fasilitas industri sawit yang masih buruk terjadi disparitas harga CPO untuk wilayah Barat dan Timur. "Disparitas harga sekitar Rp 300 per kilogram," ujarnya. Menurutnya sekarang ini ada perubahan produksi CPO tidak lagi terfokus di Barat namun bergeser ke wilayah Timur. "Jadi tidak bisa mengandalkan pelabuhan di Dumai dan
Belawan, sebab produksi kini bergeser ke wilayah timur. Di Kalimantan Timur harusnya ada pelabuhan agar harga CPO sama," tegasnya.

Ia bilang selama ini sudah ada pembahasan dengan pemerintah terkait rencana revitalisasi pelabuhan, namun mandek akibat persoalan dana. "Rencananya memang ada 11 pelabuhan khusus untuk ekspor," jelas Joko. Penambahan pelabuhan, lanjut Joko, makin diperlukan jika pemerintah menginginkan target produksi CPO mencapai 50 juta ton di tahun 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×