Reporter: Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Upaya pemerintah dan negara-negara produsen karet di ASEAN untuk meningkatkan penyerapan karet dalam negeri disambut positif petani dan asosiasi karet. Di mana pemerintah Indonesia dan sejumlah negara produsen karet yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand berkomitmen menyerap produksi karet dalam negeri sebesar 10% dari total pasokan. Dalam pertemuan itu juga diajak juga Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam untuk mencari jalan keluar mendongkrak harga karet.
Pada tahun 2015 ini, pemerintah Indonesia menargetkan produksi karet alam mencapai 3,2 juta ton. Dengan jumlah itu, maka ditargetkan industri dalam negeri hanya menyerap sekitar 500.000 ton. Namun dengan adanya komitmen penyerapan 10% karet alam dari total produksi, maka pemerintah meningkatkan target serapan sebanyak 300.000 ton lagi. Dengan demikian, pemerintah menargetkan bisa menyerap sebanyak 800.000 ton karet untuk dikelola dalam negeri. Kendati demikian, pemerintah belum menentukan batas waktu kapan target 800.000 ton karet ini bisa terealisasi.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Daud Husni Bastari mengatakan untuk meningkatkan serapan karet dalam negeri sebanyak 300.000 ton dari yang sudah bisa terserap sebanyak 500.000 ton bukanlah hal yang susah. Ia mengatakan, teknologi untuk mengolah karet untuk kebutuhan lain di luar industri pembuatan ban sudah ada. Ia bilang, industri karet dalam negeri sudah memiliki teknologi untuk mengolah karet untuk berbagai bahan jadi seperti untuk dicampur dengan aspal, untuk sandaran kapal, membuat bendungan dari karet (Rubber Dam), untuk jembatan berbahan baku karet, dan pembangunan berbagai infrastruktur dengan dicampur karet.
Kendati demikian, para pengusaha belum berani meningkatkan produksi penyerapan karet dalam negeri karena masih menunggu regulasi dari pemerintah. Regulasi yang dimaksud adalah regulasi yang mewajibkan bagi pembangunan berbagai infrastruktur menggunakan karet lokal sebagai bahan bakunya. "Jadi kalau pemerintah mengeluarkan regulasinya, industri dalam negeri siap menyerapnya," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (3/3).
Ia mengatakan, pengusaha siap saja meningkatkan penyerapan terhadap karet alam, asalkan pemerintah mau mengaturnya dalam regulasi. Pengusaha meminta agar dalam regulasi itu, pemerintah harus mewajibkan semua bangunan bertingkat, jembatan harus memakai bahan baku karet. Nantinya bangunan-bangunan yang dibuat harus tahan gempa karena itu semuanya harus dibuat berbahan baku karet. "Jadi intinya kalau diarahkan oleh pemerintah target itu bisa tercapai," jelasnya.
Sampai saat harga karet masih rendah. Di tingkat petani, harga karet cuma Rp 6.000 per kg. Sementara harga beras sudah meningkat hingga Rp 18.000 per kg di sejumlah daerah. Karena itu, Daud khawatir banyak petani karet menebang pohon karet mereka menggantikannya dengan tanaman lainnya yang menghasilkan. Oleh karenanya, peranan pemerintah untuk meningkatkan harga karet amat dibutuhkan agar para petani tidak terlanjur menggantikan pohon karet dengan tanaman lain.
Turunnya harga karet saat ini disebabkan karena Thailand melakukan penanaman pohon karet hingga ratusan hektar beberapa tahun lalu. Sementara Indonesia hanya menambah puluhan ribu hektare saja. Akibatnya, sekarang pasokan karet meningkat, sementara pasar stagnan. Dengan demikian harga karet turun. Negara-negara tujuan ekspor karet seperti Jepang, China, Amerika Serikat dan Eropa masih masih mengalami kesulitan ekonomi. Tidak tertutup kemungkinan, lanjut Daud, dalam lima tahun ke depan harga karet bisa terdongkrak tinggi ketika ekonomi di negara-negara tujuan ekspor karet kembali pulih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News