kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.986.000   17.000   0,86%
  • USD/IDR 16.835   40,00   0,24%
  • IDX 6.679   65,44   0,99%
  • KOMPAS100 965   12,40   1,30%
  • LQ45 750   8,15   1,10%
  • ISSI 212   1,80   0,86%
  • IDX30 390   4,00   1,04%
  • IDXHIDIV20 468   2,84   0,61%
  • IDX80 109   1,41   1,31%
  • IDXV30 115   1,81   1,60%
  • IDXQ30 128   1,06   0,84%

Gatot Kaca N250 bukan tak laku, tapi karena krisis


Jumat, 11 September 2015 / 14:36 WIB
Gatot Kaca N250 bukan tak laku, tapi karena krisis


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Ahli penerbangan nasional Ilham Akbar Habibie mengaku prihatin dengan perkembangan PT Dirgantara Indonesia. Menurutnya, PT Dirgantara Indonesia sulit berkembang dengan maksimal karena hanya mengandalkan produksi dan penjualan pesawat militer.

Putra mantan Presiden BJ Habibie ini tak yakin pernyataan PT Dirgantara Indonesia bahwa penutupan produksi pesawat Gatot Kaca N250 karena tak laku di pasaran dunia. Menurutnya penutupan produksi tersebut karena perintah International Monetary Fund (IMF) tahun 1998, karena pada saat itu Indonesia harus melakukan penghematan uang akibat krisis yang menjadi syarat untuk penerimaan bantuan.

"Jadi bukan karena pesawat Gatot Kaca N250 tidak laku terjual," kata Ilham kepada KONTAN di Jakarta, Kamis (10/9).

Pria yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT Ilthabi Rekatama ini bahkan meyakini jika produksi pesawat Gatot Kaca N250 dipasarkan sejak diluncurkan pada 10 Agustus 1995, pesawat tersebut mungkin sudah mendominasi pasar di Indonesia.

Karena pesawat ini mirip dengan pesawat ATR yang sekarang banyak dioperasikan di Indonesia. "Saat ini pangsa pasar pesawat ATR yang terbesar di dunia itu dari Indonesia," ujar Ilham.

Kini PT Dirgantara Indonesia hanya mengandalkan produksi dan penjualan pesawat militer. Kalaupun ada pesawat sipil, itu lebih untuk keperluan khusus seperti kargo. Padahal menurutnya bisnis penjualan pesawat militer sangat kental aroma politis.

"Misalkan negara A ditawari Indonesia pesawat militernya, kemudian Amerika Serikat juga menawari pesawat militernya, tentu negara tersebut akan lebih memilih produksi AS karena negara AS lebih berbobot posisi tawar politiknya," tuturnya.

Berdasarkan data PT Dirgantara Indonesia di akhir tahun 2014, sejak berdiri tahun 1976 sudah ada sebanyak 391 unit pesawat yang telah diproduksi dan dijual. Produk terbanyak adalah pesawat CN 235 sebanyak 275 unit. Disusul helicopter NBO 105 sebanyak 122 unit dan pesawat NC 212 sebanyak 102 unit.

Sisanya helikopter BELL 412 sebanyak 63 unit, helikopter NAS 332 sebanyak 20 unit, helicopter NSA 330 sebanyak 11 unit, pesawat CN 295 sebanyak 8 unit, pesawat AS 365 sebanyak 2 unit dan helikopter AS 550 sebanyak 1 unit.

Dari jenis produk pesawat CN 235 oleh PT Dirgantara Indonesia, sebanyak 7 unit pesawat militer telah diekspor ke Uni Emirat Arab dan 3 unit pesawat militer diekspor ke Pakistan.

Selain itu, 7 unit pesawat militer dan 4 unit pesawat cost guard juga diekspor ke Korea Selatan. Sementara 2 unit pesawat transportasi sipil diekspor ke Thailand. Sebanyak 6 pesawat militer diekspor ke Malaysia. Ditambah 2 unit pesawat kargo diekspor ke Senegal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×