Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri manufaktur nasional, terutama yang bersifat sektor padat karya, masih diliputi awan kelabu lantaran banyaknya karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatatkan, sejak awal 2020 sampai November 2023 sudah ada 64.200 karyawan anggota KSPN yang di-PHK oleh perusahaannya masing-masing. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7.200 karyawan di antaranya mengalami PHK pada tahun ini.
“Tren PHK ini belum membaik situasinya dan akan terus berlangsung pada beberapa waktu mendatang,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara Ristadi, Selasa (21/11).
KSPN turut menyebut, sektor yang paling banyak terjadi pemangkasan jumlah karyawan adalah industri tekstil dan alas kaki. Hal ini seiring permintaan ekspor yang berkurang drastis di pasar utama seperti Eropa dan Amerika Serikat akibat efek perang Rusia-Ukraina.
Baca Juga: Industri Tekstil Sebut Kenaikan UMP Tahun Depan Perlu Dicermati Bersama
Penjualan tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri juga seret lantaran produk TPT impor membanjiri pasar.
Selain TPT dan alas kaki, KSPN menyebut industri ritel offline juga mengalami gelombang PHK karyawan lantaran kalah saing dengan berbagai platform belanja online yang terus berkembang di Indonesia.
Ristadi pun menyoroti banyaknya karyawan terdampak kebijakan PHK yang belum menerima pesangon dari perusahaan asal. Ada banyak pula karyawan yang dibayarkan pesangonnya, namun dengan nilai yang di bawah aturan berlaku.
Penyebab masalah ini beragam, misalnya pihak perusahaan tengah menjalani proses hukum. Di samping itu, ada juga perusahaan yang pasrah tidak punya uang untuk membayar pesangon kepada karyawan yang di-PHK.
Baca Juga: Upah Minimum Karyawan Naik Tahun Depan, Begini Tanggapan Pelaku Industri
Hingga tulisan ini dibuat, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Ketenagakerjaan maupun tim Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) belum menjawab pertanyaan KONTAN seputar data PHK karyawan versi pemerintah serta upaya pemerintah membantu karyawan yang kesulitan memperoleh haknya usai di-PHK.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APsyFI) Redma Gita Wirawasta mengaku, fenomena PHK karyawan di industri TPT masih terjadi sampai saat ini. "Tiap minggu ada saja karyawan yang di-PHK," katanya, Selasa (21/11).
Dalam catatan APSyFI, jumlah karyawan yang terdampak efisiensi di industri TPT diperkirakan sekitar 70.000 orang pada 2023. Efisiensi ini meliputi PHK, dirumahkan, dan putus kontrak.
Sementara pada 2022, terdapat sekitar 80.000 pekerja industri TPT yang terimbas efisiensi. Angka yang disampaikan APSyFI pun belum termasuk karyawan industri TPT level Industri Kecil Menengah (IKM) yang juga mengalami PHK.
Baca Juga: Gelombang PHK Masih Membayangi Industri Tekstil Dalam Negeri
Sejalan dengan berkurangnya jumlah karyawan dan penurunan kinerja penjualan, utilitas rata-rata pabrik TPT juga merosot hingga menjadi di bawah 50%.r
Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda kapan industri TPT nasional akan pulih sehingga gelombang PHK karyawan bisa berakhir. Momentum seperti libur akhir tahun maupun Pemilu belum akan memicu perbaikan kinerja industri TPT.
APSyFI turut menyebut, upaya pemerintah untuk membendung impor produk TPT belum membuahkan hasil. "Belum ada pertanda signifikan bahwa pemerintah perhatian terhadap sektor ini (TPT)," tandas Redma.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News