Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat (AS) dan China telah sepakat untuk untuk melakukan gencatan senjata atas perang dagang yang tengah terjadi.
Dengan begitu, Amerika Serikat mempertahankan tarif pada impor China senilai US$ 200 miliar pada level 10% hingga awal tahun baru dan setuju untuk tidak menaikkannya menjadi 25%. Sementara, China setuju untuk membeli produk pertanian, energi, industri, dan lainnya dari Amerika Serikat.
Meski kedua negara telah sepakat melakukan gencatan senjata. Namun, Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Hubungan Internasional dan investasi menilai dengan adanya gencatan senjata ini, tak berarti perang dagang keduanya berhenti.
“Gencatan senjata itu artinya mereka akan mengevaluasi kembali. Jadi saya melihat itu karena ada forum G20. kenyataannya, itu tidak akan selesai cepat oleh mereka. Apalagi menurut saya mereka itu berbeda pandangan sekali,” tutur Shinta, Rabu (5/12).
Walaupun perang dagang tetap berlanjut, Shinta berpendapat Indonesia harus memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan ekspornya.
Namun, menurutnya akan lebih baik bila Indonesia memetakan produk-produk apa saja yang dibutuhkan masing-masing negara. Selain itu, produk-produk unggulan ekspor pun harus ditingkatkan.
“Sekarang itu harus melakukan pemetaan, produk unggulan kita itu harus masuk ke pasar mana. Jadi sekarang tidak bisa lagi semua produk untuk masuk semua pasar. Kalau negara satu perlu produk apa, Indonesia bisa menyiapkan seperti apa, itu yang harus ditingkatkan,” ujar Shinta.
Indonesia sudah melakukan perlusan pasar ekspor ke pasar-pasar non tradisional untuk meningkatkan ekspor.
Shinta mengatakan, Indonesia memang tengah menyasar pasar Afrika, Timur Tengah dan Asia Selatan. Dia berpendapat, perluasan tersebut harus didukung. Namun, dia pun beranggapan Indonesia juga harus melihat negara-negara Asean yang peluangnya masih besar.
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto pun mengatakan, gencatan senjata ini masih menimbulkan ketidakpastian atas perkembangan perang dagang. Karena itu, Indonesia masih harus melakukan diversifikasi tujuan ekspor yang potensinya sama seperti AS dan China.
Tak hnya itu, Indonesia pun harus mengurangi ketergantungan barang impor dengan mendorong industri substitusi impor. “Terkait skenario tersebut ,maka iklim investasi domestik harus lebih menarik lagi,” ujar Myrdal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News