Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat dan Uni Eropa telah sepakat untuk berdamai. Bahkan, kedua negara ini telah menyepakati berbagai keputusan. Salah satunya adalah Uni Eropa setuju untuk meningkatkan pembelian kedelainya dari Amerika.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menilai, peningkatan pembelian kedelai tersebut tak akan berdampak signifikan terhadap komoditas sawit khususnya sawit Indonesia. Menurutnya, kesepakatan ini adalah hal biasa dalam perdagangan internasional. Apalagi, menurutnya pembelian kedelai tak selalu diolah menjadi minyak kedelai.
"Peningkatan pembelian bisa jadi sebagai imbal balik dari trading mereka, agar trade-deficit antar dua negara itu tidak terlalu besar. Menggunakan kedelai itu bukan berarti minyak kedelai. Saya kira yang utama dalam pembelian kedelai itu adalah proteinnya, dan minyak kedelai hanya hasil samping saja," terang Sahat kepada Kontan.co.id, Minggu (29/7).
Meksi tak berpengaruh signifikan, Indonesia tak boleh lengah. Menurutnya, pemerintah harus mengambil berbagai tindakan. Pertama adalah meningkatkan pemakaian sawit di dalam negeri. Hal ini bisa dilakukan dengan pemakaian biodiesel di non PSO. GIMNI menyarankan, penggunaan biodiesel di non PSO ini tak diberi subsidi. Dengan begitu, Indonesia tak akan menghadapi tuduhan subsidi dan dumping price sehingga tidak akan menghambar ekspor.
"Ini karena biodiesel itu dipakai di berbagai industri yakni tekstil, makanan minuman, elektronik industri, pembangkit listrik dan lainnya," tutur Sahat.
Selanjutnya, dia menyarankan supaya program keberlanjutan sawit dengan mengikuti alur sustainability program 17 SDGs yang dicanangkan oleh PBB dilanjutkan dan hal tersebut dijabarkan itu dalam ISPO.
Sahat meminta supaya sengketa lahan sawit dan yang berada di area hutan diselesaikan segera sehingga program replanting bisa dipercepat, ada kepastian hukum dengan adanya sertifikat, dan program perolehan ISPO bisa dipercepat. Peran pemerintah daerah juga harus ditingkatkan. Ini dapat memberikan kontribusi besar dalam pencapaian ramah lingkungan, termasuk mencegah kebakaran.
Sahat melanjutkan, dengan peningkatan pembelian kedelai ini, ada kemungkinan bahwa harga kedelai akan semakin tinggi. Bila perbedaan harga minyak sawit dan kedelai semakin tinggi, maka ini akan semakin menarik pasar global untuk membeli sawit atau meningkatkan harga sawit.
Menurut Sahat, penggunaan sawit dalam konsumsi makanan di Uni Eropa mungkin akan cenderung menurun karena konsumen di negara tersebut sudah terpengaruh kampanye negatif atas sawit.
Meski begitu, dari sisi fungsi, sawit tidak akan bisa dihilangkan mengingat karakteristik minyak nabati yang berbeda-beda. Untuk kebutuhan makanan yang menggunakan solid-fat misalnya, fungsi sawit tetap tak dapat dihilangkan.
"Kalau diganti denga soft-oils, seperti soybean, rapeseed oil atau canola, maka minyak tersebut perlu hydrogenasi, dan ini akan menimbulkan trans-fatty acids yang sudah dilarang dipakai dalam makanan. Jadi di sektor ini sawit tidak akan dapat dihilangkan," jelasnya.
Sahat berpendapat, harga sawit yang lebih ekonomis membuat sawit tetap menjadi pilihan. misalnya, dalam kosmetik dan lainnya yang diolah melalui proses oleochemicals, harga sawit jauh lebih murah dibanding kedelai.
Pasar biodiesel di Uni Eropa juga masih menarik bagi Indonesia lantaran harganyanya lebih murah dan tak adanya hambatan dumping lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News