kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

GIMNI: Tahun 2019, produksi CPO tidak cukupi kebutuhan


Minggu, 18 November 2018 / 18:22 WIB
GIMNI: Tahun 2019, produksi CPO tidak cukupi kebutuhan
ILUSTRASI. Panen kelapa sawit


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi minyak kelapa sawit untuk tahun 2019 diperkirakan bakal tidak mencukupi konsumsinya. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) perkirakan tahun depan akan terjadi kekurangan CPO hingga 2 juta ton akibat perluasan mandatori B20, dan pertumbuhan pasar dalam negeri. Maka pemerintah harusnya sigap dan mulai mendorong penguatan dari sisi hulu dan hilir industri sawit.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga perkirakan produksi tahun 2019 akan mencapai 52,8 juta ton dengan kondisi kebutuhan akan mencapai 54,6 juta ton.

Kebutuhan tersebut terdiri dari permintaan pasar untuk kebutuhan FAME untuk biodiesel sebesar 10,25 juta ton dan kebutuhan CPO di luar sektor energi sebesar 44,3 juta ton.

"Artinya untuk tahun depan akan kurang 2 juta ton ini masih dengan perhitungan B20, maka kita harus stop ekspor, dan bila ini terjadi maka harga akan naik," jelasnya, Rabu (14/11).

Penurunan ekspor CPO menurut Sahat bisa difokuskan pada sisi negara tujuan atau pada produk yang diekspor.

Maksudnya adalah Indonesia bisa mengurangi pengiriman pada negara-negara yang kerap mempersulit perdagangan CPO, misalnya pada jajaran negara Uni Eropa, atau mengurangi ekspor produk CPO yang memiliki nilai yang relatif lebih kecil dibandingkan produk CPO lainnya.

Maka dengan pertimbangan short production tersebut, Sahat melihat pemerintah seharusnya mulai mempertimbangkan pengenaan aturan Domestic Market Obligation (DMO) pada produk sawit guna menjamin pasokan industri dalam negeri. "Tahun 2020 harus ada DMO, apalagi tahun itu kita sudah green diesel," jelasnya.

Tak hanya itu, pemerintah juga seharusnya mulai mendorong perusahaan plat merah perkebunan di bawah BUMN untuk lebih aktif masuk ke sektor hulu dan hilir industri sawit. Apalagi Holding perkebunan negara PTPN III memiliki aset lahan sawit yang besar namun tidak diberdayakan dengan maksimal.

Dalam catatan Sahat, PTPN setidaknya memiliki lahan sawit seluas 710.619 ha atau setara 5% total lahan nasional.

Adapun untuk tahun 2018 ini, Sahat perkirakan produksi minyak kelapa sawit akan naik 5% dari produksi tahun lalu dan menjadi 48,2 juta ton.

Bila dirinci produksi ini terdiri dari 43,9 juta ton produksi CPO dan 4,3 juta ton minyak kelapa sawit dari inti kernel (CPKO). Penyerapan hingga akhir tahun diperkirakan bakal mencapai 47,48 juta ton

Terkait proyeksi pasar CPO ke depan, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) MP Tumanggor mengatakan kebutuhan dalam negeri akan kembali membengkak berkat penerapan B30 yang bisa jalan mulai tahun depan. "Kalau kami maunya 1 April akan coba dikaji," katanya.

Sebelumnya, perluasan B30 ditargetkan berlaku pada Januari 2020, namun Tumanggor menyampaikan bahwa pihak produsen, PT Pertamina dan sejumlah peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sebenarnya telah menemukan katalis yang dapat menghasilkan green diesel.

Oleh karena itu, pengembangan sebenarnya tinggal menunggu investasi dan komitmen dari pemerintah untuk melakukan uji coba dan pembangunan pabrik. "Ada dua pabrik yang mau dimodifikasi di Tuban dan Dumai, kapannya tergantung Pertamina dan BUMN," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×