Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
Meskipun terjadi penurunan dalam fase konstruksi, secara kapasitas netto PLTU batubara tumbuh sebesar 34,1 gigawatt (GW) pada 2019. Data tersebut merupakan peningkatan pertama dalam penambahan kapasitas netto sejak 2015. Di mana, hampir dua pertiga atau sekitar 43,8 GW dari 68,3 GW kapasitas PLTU baru yang berada di China.
Baca Juga: Tak bergantung pada ekspor, Bukit Asam (PTBA) optimistis target tahun ini tercapai
Namun, di luar China, kapasitas PLTU batubara global secara keseluruhan mengalami penyusutan selama dua tahun berturut-turut. Hal ini diakibatkan oleh banyak negara yang telah menghentikan kapasitas PLTU batu bara-nya hingga 27,2 GW dibandingkan yang dioperasikan (commissioned) sebesar 24,5 GW.
"Secara global PLTU batu bara turun dan memecahkan rekor pada 2019 karena energi terbarukan tumbuh dan permintaan listrik melambat," ungkap Penulis utama laporan dan Direktur Program Batu Bara GEM Christine Shearer.
Sementara itu, Periset Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari mengatakan, dalam RUPTL 2019-2028 pemerintah Indonesia masih berencana membangun PLTU batubara sebesar 27 GW hingga sepuluh tahun mendatang. Menurut Adila, penambahan 27 GW PLTU baru di Indonesia akan menghasilkan emisi sekitar 162 juta ton CO2 per tahun atau setara dengan emisi dari 77 juta mobil per tahun.
Oleh sebab itu, Adila meminta supaya pemerintah mempertimbangkan kembali penambahan PLTU batubara. Selain dari sisi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), kata Adila, pemerintah juga perlu mempertimbangkan aspek pertumbuhan ekonomi, konsumsi listrik serta reserve margin pasokan listrik.
"Rencana kelistrikan Indonesia bertentangan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi GRK. Selain itu, penambahan PLTU batu bara baru perlu dipertimbangkan kembali oleh Pemerintah di tengah penurunan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik sebagai dampak dari Covid-19," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News