kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.191.000   16.000   0,74%
  • USD/IDR 16.742   -34,00   -0,20%
  • IDX 8.099   58,67   0,73%
  • KOMPAS100 1.123   8,34   0,75%
  • LQ45 803   6,91   0,87%
  • ISSI 282   2,37   0,85%
  • IDX30 422   3,62   0,87%
  • IDXHIDIV20 480   0,21   0,04%
  • IDX80 123   1,39   1,14%
  • IDXV30 134   0,51   0,38%
  • IDXQ30 133   0,20   0,15%

GPEI: Arus impor sudah tidak terbendung


Kamis, 02 September 2010 / 11:50 WIB
GPEI: Arus impor sudah tidak terbendung


Reporter: Asnil Bambani Amri |

JAKARTA. Berbeda pendapat itu biasa, itulah yang dirasakan oleh Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro yang merasa berseberangan dengan pendapat pemerintah soal menyikapi defisit perdagangan bula Juli.

Ia mencermati peningkatan arus impor yang terus terjadi belakangan ini sudah tidak dapat dibendung lagi karena banyaknya kerjasama penurunan tarif secara regional maupun bilateral.

“Indonesia terlalu banyak melakukan FTA (free trade agreement) baik Asean-China, Australia dan Korea maupuan FTA Jepang dan sebagainya,” kata Toto, Rabu (2/9).

Dampak FTA tersebut memang mengenjot ekspor tetapi kalah cepat dengan kenaikan arus impor. Sehingga, adanya defisit ekspor untuk sektor nonmigas, menurut Toto, juga sudah berada di depan mata.

Memang kenaikan arus impor masih terjadi di sektor minyak dan gas, namun tidak menutup kemungkinan arus impor tersebut akan terjadi juga sektor non migas. Toto menyebutkan, indikasi defisit perdagangan non migas akan terjadi karena saat ini Indonesia sudah defisit perdagangan dengan China dan surplus perdagangan dengan Jepang Eropa dan Amerika Serikat juga semakin menipis.

"Jika terus menerus terjadi penurunan surplus, maka kita akan menjadi negara importir," kata Toto.

Menghadapi kondisi tersebut, menurut Toto, pemerintah tidak memilki kebijakan yang tepat untuk mengendalikannya, seperti pengendalian atas konsumsi energi di dalam negeri, baik kebutuhan masyarakat maupun kebutuhan industri.

Salah satu contoh, penggunaan biodiesel yang sempat digemborkan teryata tidak efektif karena industri biodiesel tidak diberi nafas untuk berkembang. Akibatnya, Indonesia akan mengalami ketergantungan dari energi fosil yang diimpor. “Pemerintah harus duduk lagi, dewan duduk lagi dan mari rumuskan lagi,” harapnya.

Begitu juga dengan peningkatan daya saing industri dalam negeri, Toto melihat masalah infrastruktur, pelabuhan dan jalan masih menjadi momok bagi industri. Akibatnya, biaya tinggi yang harus dikeluarkan oleh industri di dalam negeri kalah bersaiang dengan produk impor yang menyerbu dengan harga kompetitif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×