Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pengelolaan sampah sampai saat ini masih menjadi masalah pelik yang dihadapi oleh kota-kota besar, termasuk di Jakarta. Saat ini sampah di Jakarta yang masuk ke tempat pembuangan akhir sampah di Bantar Gebang jumlahnya mencapai 6.000 ton hingga 7.000 ton per hari.
Terkait hal itu, Inner City Management (ICM), perusahaan pengelola apartemen di bawah naungan Agung Podomoro Grup turut berupaya membantu pemerintah daerah dalam menekan jumlah sampah yang masuk ke Bantar Gebang tersebut. Salah satunya dengan menerapkan pengelolaan sampah terpadu di setiap apartemen yang dikelolanya melalui program Green Waste.
Saat ini sudah ada 8 apartemen yang dikelola ICM menerapkan Green Waste, yakni Superblok Podomoro City, Kalibata City, Green Bay Pluit, Green Lake Sunter, Sudirman Park Apartement, CBD Pluit, Rusunawa Daan Mogot dan Vimala Hills Gadog-Bogor.
Bambang Setiobudi Direktur ICM mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menerapkan Green Waste di seluruh apartemen yang dikelolanya. Pengelolaan sampah yang baik ini, lanjut Bambang, merupakan bagian dari layanan yang diberikan ICM kepada para pemilik apartemen.
Menurut Bambang, yang dalam waktu dekat ini akan diterapkan Green Waste adalah Marina Mediterania Residences, Ancol-Jakarta Utara. “Parahayangan Residences Bandung juga mau dan sudah minta, tinggal kami survei,” kata Bambang dalam keterangannya, Jumat (15/9).
Koordinator Estate and Green Waste ICM, Kadek R Biantara menambahkan, konsep yang diterapkan dalam pengelolaan sampah oleh ICM menganut konsep 4R, yaitu Reuse, Reduce, Recycle dan Replant. Konsep tersebut diterapkan bersama-sama dengan 4G yaitu Green City, Green Waste, Green Water dan Green Energy.
Menurutnya, konsep tersebut memiliki banyak manfaat bagi pengelola apartemen dalam mengurangi sampah. Misalnya saja di Superblok Podomoro City di jalan S Parman Jakarta Barat yang sudah menerapkan konsep ini.
Di kawasan ini terdapat 14 tower apartemen yang terdiri dari 8.600 unit apartemen dan 130 ruko. Dari jumlah itu, sampah yang dihasilkan mencapai 600 kubik. Dengan adanya program ini, sampah tersebut dapat ditekan menjadi separuhnya.
Manfaat lainnya yakni bisa memberikan pekerjaan kepada para pemulung yang bertugas untuk memilah sampah organik dan anorganik. Dimana seluruh hasil pemilahan sampah anorganik, seperti plastik dijual oleh pemulung kepada pengepul untuk kemudian diolah menjadi produk daur ulang. Adapun uang yang dihasilkan dari penjualan tersebut seluruhnya diberikan kepada pemulung.
Sedangkan untuk sampah organik diolah menjadi kompos padat, kompos cair, dan gas metana. Kompos padat dapat digunakan untuk pupuk tanaman di lingkungan apartemen maupun diberikan kepada warga yang berada di sekitar apartemen.
“Kompos ini juga kami kirimkan untuk kantor kelurahan dan Kecamatan setempat. Bahkan ada juga perusahaan yang bergerak di bidang landscape membeli dari kami,” kata Kadek.
Sedangkan untuk gas metana, karena skalanya masih kecil, maka baru dimanfaatkan untuk kebutuhan memasak di dapur TPS. “Teknologi pengolahan sampah organik menjadi gas metana ini cukup sederhana, kami datang untuk melihat dan mempelajari dan memodifikasi dari beberapa tempat yang sudah membuat dan menjalaninya,” tutur Kadek.
Menurut Kadek, biaya untuk membuat TPS yang menerapkan Green Waste seperti ini tidaklah mahal, yakni berkisar Rp 100 juta, tergantung dari luas lahan dan kebutuhannya.
“Konsep pengelolaan sampah yang kami buat ini sangat sederhana tetapi bermanfaat besar bagi para pemulung, penghuni apartemen dan warga sekitar untuk memberikan contoh nyata dalam menjaga kebersihan,” pungkas Kadek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News