Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Handoyo .
Dana KKP ini digunakan untuk kegiatan survei seismic 3D sepanjang 600 km², seismic 2D sepanjang 200 km, dan pengeboran 4 sumur. Dengan kegiatan tersebut diharapkan produksi Blok Brantas bisa mencapai produksi sebesar 30-35 mmscfd di akhir tahun 2018 dan 100-150 mmscd pada tahun 2022-2023. Produksi Blok Brantas saat ini mencapai 20-25 mmscfd.
Pemerintah sendiri secara resmi telah memperpanjang pengelolaan Wilayah Kerja Brantas selama 20 tahun mulai 23 April 2020. Perpanjangan kontrak diberikan kepada Lapindo Brantas Inc., PT. Prakarsa Brantas dan PT Minarak Brantas Gas, di mana Lapindo Brantas Inc. sebagai operator.
Salah satu alasan diberikannya perpanjangan kontrak Blok Brantas kepada Lapindo karena pemerintah menganggap Lapindo telah memiliki pengalaman di blok tersebut. Selain itu, tidak ada perusahaan lain yang berminat mengelola Blok Brantas.
Namun di sisi lain, Lapindo melalui PT Minarak Lapindo Jaya belum membayar cicilan utang kepada pemerintah secara penuh. Asal tahu saja, total utang Lapindo ke pemerintah mencapai sebesar Rp 827 miliar.
Utang tersebut merupakan dana talangan dari pemerintah untuk membayar kerugian akibat semburan lumpur Lapindo. Total kerugian akibat semburan lumpur Lapindo yang mulai terjadi pada Mei 2006 lalu tersebut mencapai Rp 3,8 triliun. Minarak Lapindo hanya mampu membayar sebesar Rp 3,03 triliun dan kekurangannya senilai Rp 827 miliar ditalangi oleh pemerintah.
Dalam kesepakatan dengan pemerintah, Minarak Lapindo wajib mengganti dana talangan dari pemerintah itu dengan tenggat maksimal empat tahun plus bunga sebesar 4,8% per tahun. Kesepakatan ini lebih longgar dari usulan awal, yakni jatuh tempo pembayaran selama dua tahun saja.
Dalam kesepakatan tersebut, pemerintah memegang jaminan aset senilai Rp 2,8 triliun. Kebanyakan aset berupa tanah dari kawasan terdampak lumpur yang dibayar Minarak Lapindo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News