Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anak usaha Bakrie Group yang bergerak di sektor minyak dan gas, Lapindo Brantas dan Minarak Brantas Gas, pada tahun ini berhasil mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola dua blok migas. Paling anyar adalah Blok Banyumas yang berhasil dimenangi oleh Minarak Bratas Gas dalam lelang Wilayah Kerja (WK) migas putaran II 2018.
Pemerintah beralasan dipilihnya Minarak Brantas karena memenuhi persyaratan dan ketentuan pokok lelang, kesehatan finansial, dan rekam jejak perusahaan. "Yang kami lihat adalah tawaran mereka sesuai dengan term and condition yang sudah kami tetapkan sebelumnya, seperti Komitmen Kerja Pasti," imbuh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, Senin (22/10).
Minarak Brantas memang memiliki kewajiban untuk membayar bonus tanda tangan Blok Banyumas sebesar US$ 500.000 dan komitmen kerja pasti (KKP) sebesar US$ 4 juta. Presiden Direktur Lapindo Brantas Inc Faruq Adi Nugroho memastikan Minarak sudah menyiapkan kewajiban dana tersebut. "Kami siap kok, berapanya nanti ya. Kami sudah siapin kok," kata Faruq pada Senin (22/10).
Dana KKP pun akan digunakan untuk Geologis dan Geofisis (G&G) dan pemboran satu sumur eksplorasi. Faruq menyebut Minarak yakin bisa mendapatkan minyak dan gas dari Blok Banyumas setelah dilakukan pengeboran sumur eksplorasi. "Kami sesimik sebentar sudah bisa langsung produksi kok. Semaksimalnya, kami tarik sebanyak-banyaknya,"imbuh Faruq.
Pemerintah memproyeksi potensi cadangan minyak di WK Banyumas ini sebesar 45 juta barel minyak per hari (bopd). Namun selain potensi minyak, Faruq juga bilang WK Banyumas memiliki potensi cadangan gas. Untuk gas, Faruq berujar akan menjualnya kepada PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina (Persero).
Blok kedua adalah Blok Brantas yang terkenal karena kasus semburan lumpur Lapindo. Ditanya mengenai rencana Grup Bakrie di Blok Brantas, Legal Manager Lapindo Brantas Inc, Deddy R Putra tidak banyak berkomentar. Deddy hanya menyebut pihaknya masih fokus mengelola blok migas tersebut."Lapindo sampai dengan saat ini masih fokus di Blok Brantas," ungkapnya, Selasa (23/10).
Ketika ditanya mengenai investasi di Blok Brantas, Deddy malah enggan menjawab. Namun yang pasti, untuk memperoleh hak kelola di Blok Brantas, Lapindo memiliki kewajiban membayar bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar US$ 1 juta dan nilai komitmen kerja pasti (KKP) selama lima tahun pertama sebesar US$ 115,5 juta.
Dana KKP ini digunakan untuk kegiatan survei seismic 3D sepanjang 600 km², seismic 2D sepanjang 200 km, dan pengeboran 4 sumur. Dengan kegiatan tersebut diharapkan produksi Blok Brantas bisa mencapai produksi sebesar 30-35 mmscfd di akhir tahun 2018 dan 100-150 mmscd pada tahun 2022-2023. Produksi Blok Brantas saat ini mencapai 20-25 mmscfd.
Pemerintah sendiri secara resmi telah memperpanjang pengelolaan Wilayah Kerja Brantas selama 20 tahun mulai 23 April 2020. Perpanjangan kontrak diberikan kepada Lapindo Brantas Inc., PT. Prakarsa Brantas dan PT Minarak Brantas Gas, di mana Lapindo Brantas Inc. sebagai operator.
Salah satu alasan diberikannya perpanjangan kontrak Blok Brantas kepada Lapindo karena pemerintah menganggap Lapindo telah memiliki pengalaman di blok tersebut. Selain itu, tidak ada perusahaan lain yang berminat mengelola Blok Brantas.
Namun di sisi lain, Lapindo melalui PT Minarak Lapindo Jaya belum membayar cicilan utang kepada pemerintah secara penuh. Asal tahu saja, total utang Lapindo ke pemerintah mencapai sebesar Rp 827 miliar.
Utang tersebut merupakan dana talangan dari pemerintah untuk membayar kerugian akibat semburan lumpur Lapindo. Total kerugian akibat semburan lumpur Lapindo yang mulai terjadi pada Mei 2006 lalu tersebut mencapai Rp 3,8 triliun. Minarak Lapindo hanya mampu membayar sebesar Rp 3,03 triliun dan kekurangannya senilai Rp 827 miliar ditalangi oleh pemerintah.
Dalam kesepakatan dengan pemerintah, Minarak Lapindo wajib mengganti dana talangan dari pemerintah itu dengan tenggat maksimal empat tahun plus bunga sebesar 4,8% per tahun. Kesepakatan ini lebih longgar dari usulan awal, yakni jatuh tempo pembayaran selama dua tahun saja.
Dalam kesepakatan tersebut, pemerintah memegang jaminan aset senilai Rp 2,8 triliun. Kebanyakan aset berupa tanah dari kawasan terdampak lumpur yang dibayar Minarak Lapindo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News