Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) berencana meningkatkan utilisasi kapasitas produksinya di sisa tahun 2024 guna merespons tantangan besar dari membanjirnya produk baja impor, khususnya dari Tiongkok.
Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, lonjakan impor baja dari Tiongkok telah memberikan tekanan besar pada produsen baja lokal. Termasuk GGRP, menggerus daya saing dan volume penjualan di pasar domestik.
Fedaus, Presiden Direktur GGRP, menjelaskan bahwa data dari Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menunjukkan adanya lonjakan signifikan dalam volume impor baja dari Tiongkok.
Baca Juga: Gunung Raja Paksi (GGRP) Fokus Produksi Baja Rendah Karbon
"Pada 2022, volume impor baja dari Tiongkok mencapai 2,89 juta ton dan meningkat 43,4 persen menjadi 4,15 juta ton pada 2023. Pada semester I 2024, volume impor tersebut sudah mencapai 2,98 juta ton, dan kami memperkirakan angka ini akan terus naik hingga akhir tahun," ujar Fedaus kepada KONTAN, Selasa (22/10).
Sehingga, kata dia, impor ini menyebabkan rendahnya utilisasi kapasitas produsen baja dalam negeri. “Untuk beberapa segmen, utilisasi kapasitas hanya sekitar 50%, jauh dari tingkat ekonomis yang ideal sebesar 80%. Penurunan ini turut berpengaruh pada kinerja penjualan kami di GGRP," tambahnya.
Fedaus juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam melindungi industri baja nasional dari serbuan produk baja impor.
"Kami melihat perlunya sinergi antara industri baja dan pemerintah, khususnya melalui implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) secara mandatory untuk produk baja lokal," jelasnya.
Selain itu, Fedaus menyoroti perlunya peningkatan dalam kebijakan Trade Remedies seperti Anti Dumping dan Safeguards yang masih minim di Indonesia dibandingkan negara tetangga.
"Indonesia baru memiliki 45 Trade Remedies, tertinggal jauh dibandingkan Thailand yang memiliki 67. Kebijakan ini perlu ditingkatkan agar lebih cepat dan efektif melindungi produsen baja lokal,” ujarnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, emiten produksi baja itu menerapkan berbagai strategi, termasuk meningkatkan efisiensi operasional dan memperkenalkan produk baja inovatif yang berfokus pada segmentasi khusus.
“Kami mengembangkan produk baja rendah emisi dan 'high strength steel' yang lebih kuat dan tahan lama, yang cocok untuk kebutuhan infrastruktur seperti data center. Selain itu, kami juga memperluas pasar ekspor,” ungkap Fedaus.
Selain itu, GGRP melihat peluang dalam tren pembangunan gedung ramah lingkungan, seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang menggunakan material ramah lingkungan.
Dengan strategi tersebut, GGRP optimis dapat meningkatkan utilisasi kapasitas produksi di sisa tahun 2024 dan mempertahankan daya saing di pasar baja domestik, meski di tengah tekanan impor baja dari Tiongkok.
"Produksi baja kami menggunakan Electric Arc Furnace (EAF), di mana 75% material berasal dari daur ulang scrap, yang tentunya menghasilkan emisi CO2 lebih rendah dibandingkan proses produksi baja konvensional," tutup Fedaus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News