kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hadapi pandemi Covid-19, startup harus fokus ke bisnis inti layanan


Jumat, 19 Juni 2020 / 14:06 WIB
Hadapi pandemi Covid-19, startup harus fokus ke bisnis inti layanan
ILUSTRASI. Ilustrasi Start Up. KONTAN/Muradi/2016/07/12


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 memaksa mayoritas perusahaan rintisan atau startup global termasuk di Indonesia kembali ke bisnis inti atau melakukan refocusing. Lini bisnis yang semula bagian dari inovasi dalam fase pengembangan harus tereliminasi agar perusahaan bisa bertahan secara jangka panjang.

Bari Arijono, Pakar Ekonomi Digital dan Executive Chairman Digital Banking Institute menyebut bagi perusahaan startup yang bisnis intinya tidak terdampak signifikan bisa kembali fokus menggarap core businessnya. Apalagi kondisi tekanan karena pandemi ini belum jelas kapan akan berakhir.

”Semua perusahaan pasti akan lebih fokus dan memutar kembali arah layar besarnya ke bisnis utama (core business)nya. Lini bisnis yang bukan inti akan dikurangi dan bahkan dihilangkan,” ujarnya, Jumat (19/6)

Perusahaan yang memiliki bisnis inti menurutnya tidak terlalu berdarah-darah menghadapi pandemi walaupun tetap akan melakukan rasionalisasi dengan cara meninggalkan lini bisnis non-inti.

Baca Juga: New normal, banyak perusahaan lakukan rasionalisasi untuk bertahan

Sebaliknya, perjuangan berat harus dihadapi oleh startup yang bisnis intinya sangat terdampak Covid-19. Misalnya di bidang pariwisata dan perhotelan seperti Traveloka salah satunya yang terpaksa mengurangi sekitar 10% karyawannya.

”Industri pariwisata terkena pasti. Alhasil Traveloka, Tiket, dan Booking terdampak besar. Mereka butuh recovery lama, bahkan perkiraan saya sampai akhir tahun mereka masih rasionalisasi,” lanjutnya.

Meski begitu, dirinya meyakini Traveloka dan platform sejenis pun akan tetap melakukan refocusing. Bertahan di bisnis inti dan mengurangi beban pada bisnis lain yang termasuk dalam kategori non-inti.

Bukan hanya startup, efisiensi dan segala bentuk rasionalisasi juga dilakukan perusahaan yang sudah eksis sejak lama. Tidak terkecuali korporasi berskala besar.

”Pengurangan karyawan tak bisa dihindari dan akan efisiensi di sisi operasional. Misalnya punya kantor di Bali, Bandung, atau tempat lain akan tidak dilakukan,” tambahnya.

Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengatakan kondisi pemutusan karyawan ini wajar terjadi di saat seperti ini. Menjadi sebuah keniscayaan bagi perusahaan di tengah perekonomian yang melambat pasti mengalami kerugian.

”Cara mengurangi kerugian pasti lewat pengurangan karyawan. Misalnya pabrik tak beroperasi dan tutup masa tidak potong karyawan?” jelasnya.

Baca Juga: Multipolar masih melirik start up

Pada situasi seperti pandemi ini, lanjutnya, semua sektor pasti akan mengalami perlambatan ekonomi. Tidak hanya perusahaan sektor tertentu saja tapi pandemi ini menghantam semua sektor. Maka, merumahkan pegawai adalah pilihan rasional dari pelaku usaha.

”Memang ada opsi lain untuk mencegah PHK. Misalnya pemerintah Jerman subsidi gaji pegawai. Sebelum ada alarm pengangguran, sebagian gaji karyawan swasta mereka ditanggung oleh pemerintah,” lanjutnya.

Selama virus Corona masih mengancam menurut Piter maka badai ekonomi terus terjadi. ”Ini kondisi tidak normal dan orang masih takut PHK. Padahal itu sesuatu yang rasional. Semua yang tidak efisien pasti diefisienkan,” tutup Piter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×