Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kelesuan ekonomi China dan Rusia, terutama kelesuan industri manufaktur dan properti, berdampak pada penurunan harga jual bijih besi, konsentrat, pig iron hingga baja. Akibatnya, pengusaha pertambangan bijih besi dan logam besi di Tanah Air untuk sementara mengerem ekspor dan produksi.
Radius Suhendra, Presiden Direktur PT Indoferro, mengatakan, harga jual pig iron bulan ini menurun sekitar 12% dibandingkan dengan harga pada dua bulan silam. "Harga bijih besi sangat dipengaruhi dampak krisis di Rusia maupun kondisi perekonomian di China," kata Radius kepada KONTAN, Kamis (23/10).
Dia menunjuk bahwa kelesuan industri properti di kedua negara tersebut sedang stagnan, sehingga mempengaruhi permintaan bahan baku berupa baja. Nah, hal tersebut pun berdampak terhadap industri baja yang turut mengalami kelesuan, sehingga otomatis permintaan bijih besi dan pig iron menurun.
Jonatan Handojo, Direktur Indoferro menambahkan, saat ini memang harga baja hanya sekitar US$ 400 per ton, atau jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan harga jual rata-rata sebelumnya yang sebesar US$ 500 per ton. "Ujung-ujungnya, harga bijih besi kadar Fe 62% hanya mencapai US$ 60 per ton dan pig iron hanya mencapai sekitar US$ 390 per ton dari sebelumnya sebesar US$ 450 per ton," katanya.
Karena penurunan harga tersebut, anak usaha Growth Steel Group hanya memproduksi pig iron sebesar 40.000 ton, atau jauh dari kapasitas pabrik 500.000 ton per tahun. Alhasil, untuk menjaga kinerja pendapatan, Indoferro tetap menggenjot produksi nickel pig iron yang harga jualnya hingga saat ini masih relatif tetap stabil.
Edi Prasodjo, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membocorkan, harga bijih besi yang anjlok membuat PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) menghentikan ekspor sejak September 2014 silam. "Sampai dengan sekarang mereka masih menghentikan kegiatan ekspor, karena harganya sedang rendah," katanya.
Perlu diketahui, SILO memperoleh kuota ekspor dari pemerintah sebesar 8 juta ton hingga akhir Desember 2014. Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga Juli lalu volume ekspor perusahaan tersebut telah mencapai 513.525 ton. Dengan asumsi harga per ton hanya setara dengan Harga Patokan Ekspor (HPE) konsentrat besi dengan kadar Fe di atas 61% per Oktober 2014 mencapai US$ 48,08 per ton, maka total ekspor hanya sekitar US$ 25 juta.
Seperti diketahui, berdasarkan harga patokan ekspor (HPE) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan. HPE konsentrat besi per Maret silam sempat menyentuh harga US$ 82,82 per ton.
Harga besi dan baja di pasar internasional nampaknya bisa mempengaruhi kinerja PT Krakatau Steel Tbk.
Tahun 2014 ini pun Krakatau Steel hanya mematok penjualan baja sebesar 2,4 juta ton atau relatif sama dibandingkan dengan realisasi penjualan di tahun sebelumnya. "Volume ekspor produk baja kami kecil, hanya sekitar 5% atau setara 120.000 ton per tahun," kata Yerry, Direktur Marketing Krakatau Steel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News