kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45894,93   1,50   0.17%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga ayam tertekan, peternak dorong transparansi data integrator


Kamis, 03 Desember 2020 / 14:53 WIB
Harga ayam tertekan, peternak dorong transparansi data integrator
ILUSTRASI. Harga Ayam Merangkak Naik: Peternak ayam di Gunung Sindur, Bogor, Jumat (11/10).


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Harga ayam hidup/livebird masih tertekan sejak 2015 hingga tahun 2020 ini. Kondisi ini membuat para peternak ayam mengalami kerugian akibat harga ayam hidup di bawah harga pokok produksi (HPP). Penyebab utama hal ini terjadi karena harga sarana produksi ternak (sapronak) yang meliputi DOC atau anak ayam dan pakan ternak yang lebih tinggi daripada harga panen ayam.

Ketua Aksi Forum Peternak Ayam Milenial Jawa Barat, Alvino Antonio W, mengatakan, harga livebird saat ini menyentuh level Rp 16.000 - Rp 16.500 per kilogram (kg) di wilayah Bogor, sementara HPP mencapai Rp 18.000 per kg.

Sementara itu, harga DOC berada di level Rp 7.000 - Rp 7.500 per ekor dan harga pakan menyentuh Rp 7.000 - Rp 7.200 per kg. "Harga pakan cenderung naik sekitar Rp 250 per kg sejak bulan lalu,"ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (3/12).

Padahal ia mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menetapkan harga acuan penjualan livebird di level Rp 19.000 - Rp 21.000 per kg di tingkat peternak. Sedangkan harga DOC di Rp 5.000 - Rp 6.000 per ekor dan pakan Rp 6.800 - Rp 7.000 per kg.

Baca Juga: Kuartal III 2020, laba Charoen Pokphand (CPIN) turun 10,94% yoy

Dengan melihat data harga tersebut, maka Alvino mengatakan telah terjadi pelanggaran oleh perusahaan breeder dan pabrik pakan. "Kami atas nama peternak ayam milenial Jawa Barat menuntut kepada Mendag untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan integrator yang secara sengaja menaikkan harga sapronak tersebut," ujarnya.

Sementara itu, penurunan harga tersebut kian diperparah kondisi kelebihan pasokan atau oversupply sehingga berimbas pada anjloknya harga livebird. Padahal Kementan telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32/2017 secara detail mengatur pengendalian supply-demand secara seimbang.

Namun ia menuding, peraturan itu tidak diindahkan perusahaan integrasi, yang secara sengaja, ia menuding memproduksi DOC sebanyak-banyak sehingga produksi livebird membanjiri pasar tradisional.

Baca Juga: Kinerja loyo, laba bersih Japfa Comfeed (JPFA) anjlok 75,34% hingga kuartal III-2020

Kendati, menurutnya, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan telah menerbitkan banyak surat edaran terkait pengendalian pasokan ini tapi tak membuahkan hasil maksimal. Karena itu, pihaknya menyatakan solusi semua ini adalah transparansi data.

Alvino mendesak data pengurangan pasokan ayam harus disampaikan kepada publik sehingga dapat terlihat secara langsung siapa yang patuh dan tidak patuh. "Kami mendorong Kementan untuk mengumumkan perkembangan pengurangan pasokan ayam secara terbuka ke publik," ucapnya.

Selanjutnya: Pendapatan dan laba turun, ini rekomendasi saham poultry

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×