Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Sebagai informasi, HBA bulan Oktober yang sudah menyentuh US$ 64,8 per ton ini menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir. Asal tahu saja, sejak September 2018, tren batubara terus menurun dan hanya sekai mencatatkan kenaikan tipis secara bulanan pada Agustus 2019 lalu.
Secara rerata, HBA dari Januari-Oktober tahun ini tercatat sebesar US$ 80,21 per ton, menukik dari rerata HBA pada periode yang sama tahun lalu yang masih berada di angka US$ 99,72 per ton.
Di tengah kondisi tersebut, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa realisasi produksi batubara pada tahun ini akan lebih susah diprediksi. Hal itu lantaran tren penurunan harga yang terus terjadi.
Baca Juga: Harga batubara lesu, SMR Utama (SMRU) memperkirakan kinerja di 2019 tak sebaik 2018
Menurut Bambang, kondisi tersebut membuat produsen batubara, khususnya yang berskala kecil akan mempertimbangkan ulang jika ingin menggenjot produksi. "Produksi ini juga susah ditebak karena harga turun, yang kecil-kecil susah produksi," kata Bambang.
Walau pun begitu, Bambang memproyeksikan produksi batubara tahun ini bisa menyentuh 530 juta ton. Meski lebih rendah dibandingkan realisasi produksi tahun lalu yang mencapai 557 juta ton, proyeksi tersebut lebih tinggi dibandingkan target produksi batubara nasional pada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) awal tahun 2019 yang sebesar 489,12 juta ton.
Bambang mengakui, penurunan HBA ini berdampak terhadap realiasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sulit untuk mencapai target. Asal tahu saja, angka 530 juta ton itu setara dengan asumsi PNBP pada tahun ini.
Baca Juga: Setoran PNBP Minerba Bakal Meleset, Target Produksi Tidak Direvisi
"Mungkin sekitar 530-an juta, sesuai dengan asumsi PNBP. Harga ini pengaruh ke PNBP yang turun, tapi masih ada tiga bulan lagi, semoga tercapai," tandas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News