Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga batubara acuan (HBA) kembali menampakan tren positif. Itu terlihat dari kenaikan harga acuan pada September 2016 ini. Bahkan kenaikannya cukup signifikan, dari US$ 63,93 per ton naik 8,04% menjadi US$ 69,07 per ton.
"Kenaikan harga acuan cukup besar. Itu karena kebijakan China menurunkan produksi batubara di dalam negeri," ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada Rabu (5/10).
Terkait kenaikan harga acuan ini, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Garibaldi Tohir menyatakan, tren batubara ke depan tidak bisa diprediksi atau dikontrol. Namun dari sisi kinerja perusahaan, dengan lonjakan harga si hitam tersebut, Adaro mengaku akan tetap mengontrol dari sisi internal perusahaan.
"Adaro terus melakukan efisiensi supaya bisa tetap mempertahankan keuangan yang solid ditengah kondisi pasar yang sulit,” terang Boy - sapaan Garibaldi- kepada KONTAN, Rabu (5/10).
Garibaldi menjelaskan, apabila indeks harga batubara bertahan di level US$ 65 per ton-US$ 70 per ton, akan berdampak positif pada kinerja perseroan di tahun depan. Adaro optimistis, harga akan lebih baik, lantaran permintaan di Tiongkok dan India tidak berkurang.
Begitu juga permintaan dari Asean, seperti Vietnam, Malaysia, Thailand. "Dari sisi domestik, tahun depan diprediksi permintaan naik sedikit," ungkap Boy.
Sementara, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Adib Ubaidllah menyatakan apabila terjadi kenaikan harga batubara, tentu merupakan berkah bagi PTBA.
Maklum, porsi pasar PTBA antara domestik dan ekspor berimbang, masing-masing 50%. "Berkah bagi PTBA, mudah-mudahan sampai dengan akhir tahun ini terus melanjutkan tren positifnya," harap Adib.
Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, secara umum produksi batubara di banyak negara menurun, termasuk Indonesia dan Australia. "Biasanya di kuartal IV, memasuki musim dingin, ada tren peningkatan permintaan, sehingga harga masih cenderung menguat," terangnya.
Maka dari itu Hendra bilang, kenaikan harga di level itu bisa melebihi prediksi. Apalagi China mengeluarkan kebijakan mengurangi produksi batubara dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News