Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal merevisi aturan penetapan harga batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang menyusul terus anjloknya harga batubara di psaran.
Poin utama yang bakal diubah adalah biaya produksi (cost) ditambah margin 25% yang diatur dalam Keputusan Dirjen Minerba No. 579.K/32/DJB/2015, bakal menjadi patokan tertinggi atau ceiling price.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, Adhi Wibowo mengatakan, melemahnya harga batubara saat ini membuat formula cost plus margin tidak kompetitif. Pasalnya pelaku usaha melakukan sejumlah efisiensi sehingga mampu menekan harga jual batubara.
"Harga batubara sekarang rendah. Dulu itu (cost plus margin) dibuat saat harga US$ 70 per ton. Apakah itu masih cocok atau enggak?" kata dia kepada KONTAN, Kamis (13/8).
Dengan revisi ini, kata Adhi, bakal diketahui berapa besaran harga batubara bagi pelaku usaha tambang yang terintegrasi dengan pembangkit listrik. Selain juga memberi kepastian harga bagi pemasok batubara untuk pembangkit mulut tambang.
Pasalnya, Kepdirjen tidak menjelaskan adanya perbedaan harga bagi kedua jenis usaha tersebut. "Rencananya cost plus margin 25% itu jadi ceiling price. Tapi ini masih kami kaji," ujarnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, revisi ini bakal melihat apakah perlu adanya pembagian penetapan harga untuk batubara dengan jenis kalori rendah, menengah dan tinggi. Dengan begitu memberi kepastian bagi pelaku usaha. Pemerintah sendiri menggenjot pemakaian batubara kalori rendah untuk pembangkit mulut tambang.
Namun sayangnya, Adhi belum bisa bicara lebih jauh mengenai harga yang akan ditetapkan beserta poin-poin lain yang akan direvisi. Ia juga belum bisa memastikan kapan revisi tersebut akan segera diterapkan. "Semuanya sedang kita review (ceiling price dan harga), Minggu depan, masih akan dibahas kembali dengan stakeholder," tandasnya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Ekawahyu Kasih menilai, pemerintah terlalu reaktif dalam menyikapi tren penurunan batubara.
Menurutnya, proyek pembangkit listrik mulut tambang merupakan bisnis jangka panjang yang bisa beroperasi hingga 20 tahun. Kondisi harga batubara saat ini bisa saja mengalami perbaikan dalam tiga tahun ke depan. Dengan begitu revisi margin 25% dinilai tidak diperlukan.
"Bikin PLTU mulut tambang bisa tiga tahun. Ketika beroperasi nanti bisa saja harga batubara membaik. Jadi pemerintah jangan berpikir jangka pendek," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News