Reporter: Fitri Nur Arifenie, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Kinerja produsen minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada tahun ini tertekan oleh penurunan harga komoditas tersebut. Pengusaha usul, pemerintah memberlakukan kebijakan stok CPO demi mengendalikan harga yang begitu liar di pasar. Namun pemerintah tak sanggup lantaran biaya mengatur pasar cukup besar.
Bagi produsen CPO, berkah kenaikan harga komoditas itu selama 2011 bakal sulit terulang di tahun ini. Sepanjang tahun lalu, harga rata-rata CPO mencapai US$ 1.200 per ton. Di tahun ini, harga CPO menyusut 25% hingga 33%, menuju di kisaran harga US$ 800 hingga US$ 900 per ton.
Tentu saja, kejatuhan harga CPO turut menekan laba bersih produsen CPO. PT Astra Agro Lestari Tbk, misalnya. Perusahaan ini mencatatkan laba bersih Rp 1,67 triliun per akhir September 2011. Jumlah ini menyusut 10,22% dibanding periode sama di 2011.
Laba bersih PT PP London Sumatra Indonesia Tbk juga turun 27,62% year-on-year, menjadi Rp 949,86 miliar di akhir kuartal III 2012. Sebagian produsen juga mulai menghitung ulang target kinerja tahun ini. Misalnya PT Gozco Plantations Tbk, yang memangkas target penjualan 2012 sebesar 18%, menjadi Rp 410 miliar.
Namun pengusaha CPO masih optimistis menatap 2013. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono memperkirakan, pemain CPO di dalam negeri masih bisa eksis. "Tahun depan masih positif meski sedikit," kata dia.
Gapki memprediksi, harga CPO naik di awal 2013, tapi menyusut lagi di semester II 2013. Alasannya, pada masa itu, sawit mulai panen dan harus bersaing dengan minyak nabati lainnya.
Untuk mengantisipasi hal itu, Joko usul, pemerintah mengatur kebijakan stok CPO. Mekanismenya, pemerintah atau lembaga yang dibentuk pemerintah membeli CPO sehingga stok di pasar berkurang. Tujuannya, "Untuk menaikkan harga," kata dia.
Kebijakan ini juga bisa mengerek penggunaan CPO di dalam negeri. "Terserah pemerintah mau menggunakan untuk apa. Apakah untuk kebutuhan makanan atau biofuel," kata Joko. Hitungan Joko, setidaknya pemerintah harus menyerap sebanyak 1 juta hingga 2 juta ton CPO untuk menjaga harga komoditas tersebut.
Namun Menteri Pertanian Suswono menilai berat mewujudkan usulan itu. Sebab, harga CPO ditentukan pasar luar negeri. Jika pemerintah mengendalikan harga, maka butuh dana besar. Dia mencontohkan, jika harga CPO turun 25%, maka harus ada cadangan sekitar US$ 5 miliar (setara Rp 45 triliun) karena nilai ekspor CPO mencapai US$ 20 miliar.
Apalagi saat ini tidak ada lagi Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). "Kita juga tak punya tangki penimbun CPO. Solusi jika harga rendah adalah menggunakan CPO sebagai biodiesel," ungkap Suswono kepada KONTAN, Minggu (9/12). (Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News