Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga daging ayam kembali merangkak naik di sejumlah wilayah. Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Reynaldi Sarijowan, menyebut harga daging ayam saat ini sudah menyentuh level yang cukup tinggi, bahkan mendekati periode puncak pada 2023 lalu.
“Ya, sebenarnya harga daging ayam ini memang cenderung mengalami kenaikan di beberapa pekan terakhir. Kami memantau harga daging ayam ini menyentuh Rp 50.000 per kilogram, seperti pada tahun 2023 lalu,” ujar Reynaldi kepada Kontan, Jumat (12/9/2025).
Menurut catatan IKAPPI, harga rata-rata daging ayam nasional berada di kisaran Rp 38.000 per kilogram. Namun, di wilayah Indonesia Timur, termasuk Papua, harganya sudah mencapai Rp 50.000 per kilogram. Sementara di DKI Jakarta, harga daging ayam ukuran besar sempat menembus Rp 45.000 hingga Rp 48.000 per ekor.
Baca Juga: Jajaki Kerjasama dengan Argetina, RI Ingin Ekspor Daging Ayam dan Olahannya
Sementara itu, berdasarkan pantauan di Panel Harga Bapanas pada Jumat (12/9/2025) pukul 19.20, harga daging ayam ras secara nasional berada di Rp 37.489 per kilogram. Angka ini masih sesuai dengan harga acuan pembelian (HAP) nasional yang dipatok Rp 40.000 per kilogram.
Kendati demikian, sejumlah daerah mencatat kenaikan signifikan. Di Maluku Utara harga ayam mencapai Rp 44.188, Nusa Tenggara Timur Rp 45.804, Papua Barat Daya Rp 46.154, Papua Barat Rp 46.667, Kalimantan Utara Rp 47.696, Papua Selatan Rp 52.143, dan kenaikan tertinggi terjadi di Papua Tengah yang tembus Rp 59.500 per kilogram. Adapun harga di Pulau Jawa relatif stabil di kisaran Rp 36.000 – Rp 38.000 per kilogram.
Baca Juga: Data Produksi Daging Ayam Ras Pedaging di Indonesia 2024, Tertinggi Jawa Barat
IKAPPI menilai ada sejumlah faktor yang mendorong kenaikan harga ayam. Salah satunya adalah masalah distribusi yang masih terhambat pasca gelombang demonstrasi beberapa pekan lalu.
“Ini juga menjadi PR bagi pemerintah untuk menjaga situasi agar kegiatan ekonomi bisa terus berjalan,” kata Reynaldi.
Selain itu, beban pedagang semakin berat karena harga acuan pembelian tidak lagi sejalan dengan harga pasar.
“Pedagang ayam juga yang kami pantau ya, itu sudah menjerit-jerit, antara memang harganya sudah cukup tinggi. Jadi kalau kita mau jual HAP, harga acuan pembelian itu juga jelas rugi,” tegasnya.
Baca Juga: BPS: Harga Beras hingga Daging Ayam Melonjak
Faktor lain yang ikut menekan harga yakni biaya pakan yang tinggi dan pasokan yang terbatas. Reynaldi menekankan bahwa ayam pedaging membutuhkan waktu pemeliharaan yang cukup lama sehingga ketersediaan pasokan harus benar-benar dijaga.
Jika kondisi ini tidak ditangani, Reynaldi khawatir kenaikan harga daging ayam akan merembet ke komoditas lain yang berkaitan, seperti telur. Karena itu, IKAPPI mendesak pemerintah melakukan intervensi, baik di sektor distribusi maupun produksi.
“Kami meyakini jika pemerintah belum berusaha menata dan mengelola niaga pangan, harga akan terus naik. Pedagang di pasar butuh pasokan ayam yang terjangkau agar konsumen pun tidak terbebani,” pungkasnya.
Dengan demikian, pedagang juga bisa menjual ayam kepada konsumen pada harga wajar.
“Kalau kami sudah menerima ayam di atas HAP, lalu harus menjual di bawah HAP, itu jelas tidak mungkin karena kami akan rugi,” pungkas Reynaldi.
Baca Juga: Harga Ayam Hidup Ditetapkan Rp 18.000/kg, Harga Daging Ayam di Pasar Turut Terkerek
Selanjutnya: Bantuan Pangan Beras Akan Dilanjutkan Sampai Akhir Tahun 2025
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok (13/9), Provinsi Ini Berstatus Siaga Hujan Sangat Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News