Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri haji dan umrah Indonesia menyimpan potensi ekonomi yang sangat besar, namun pemanfaatannya dinilai masih belum optimal. Hingga kini, nilai tambah dari industri ini dinilai justru masih banyak mengalir ke luar negeri.
Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) sekaligus Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Sutan Emir Hidayat menilai, industri haji dan umrah nasional belum terkelola sebagai satu ekosistem ekonomi yang terintegrasi. Padahal, sektor ini menurut dia beririsan langsung dengan industri halal, UMKM, jasa keuangan syariah, hingga logistik.
“Indonesia masih berperan besar sebagai penyedia jamaah, bukan sebagai pemilik rantai nilai. Nilai tambah domestik masih terbatas pada travel agent dan sebagian perlengkapan jamaah,” tutur Sutan kepada Kontan, Senin (22/12/2025).
Padahal jika dikelola secara terpadu, industri haji dan umrah menurut Sutan berpotensi menciptakan lapangan kerja yang luas dan mendorong pemerataan ekonomi.
Baca Juga: SSSG Erajaya Swasembada (ERAA) Tumbuh 30,5% pada Oktober 2025
Sutan melihat, masalah terbesar datang dari struktur industri itu sendiri. Multiplier effect industri haji dan umrah dinilai masih “bocor” ke luar negeri, terutama pada sektor transportasi udara, akomodasi, katering, dan layanan pendukung di Arab Saudi.
Produk konsumsi jamaah pun sebagian besar masih dipasok dari negara lain, sehingga manfaat ekonomi bagi pelaku usaha dan petani domestik belum maksimal. Kondisi ini menurut Sutan membuat nilai tambah domestik yang dinikmati Indonesia masih terbatas.
Dus, kata Sutan, Indonesia masih berada di posisi hilir dalam rantai nilai global haji dan umrah. Akibatnya, meskipun permintaan terus tumbuh, dampaknya terhadap perekonomian nasional belum sebanding.
Tekanan eksternal, lanjut Sutan, diperkirakan masih akan membayangi sektor ini pada 2026. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan riyal Arab Saudi berpotensi meningkatkan biaya paket, sementara dinamika geopolitik Timur Tengah turut memengaruhi biaya asuransi, penerbangan, dan logistik.
Di saat yang sama, kebijakan Arab Saudi lewat Vision 2030 yang kian melonggarkan akses visa diperkirakan akan meningkatkan volume jamaah, tapi juga mempreketat persaingan harga dan kualitas layanan.
Dengan demikian, tantangan tersebut kata Sutan menuntut pembenahan kebijakan yang lebih terintegrasi. Penguatan standarisasi produk, konsolidasi UMKM agar mampu memenuhi skala ekonomi, serta diplomasi ekonomi dengan Arab Saudi menjadi kunci untuk menekan kebocoran ekonomi.
Di saat yang sama, pengembangan pembiayaan syariah dan platform digital haji dan umrah buatan dalam negeri juga dinilai Sutan penting untuk memperkuat posisi Indonesia.
“Selain itu, KNEKS mendorong penguatan hilirisasi nilai dan pembiayaan syariah, termasuk standardisasi produk, konsolidasi UMKM, serta diplomasi ekonomi dengan Arab Saudi,” pungkas Sutan.
Baca Juga: Strategi Erajaya (ERAA) Memperkuat Segmen Non-Elektronik pada 2026
Selanjutnya: SSSG Erajaya Swasembada (ERAA) Tumbuh 30,5% pada Oktober 2025
Menarik Dibaca: Promo HokBen Hari Ibu 22-24 Desember 2025, Paket Makan Berdua Cuma Rp 30.000-an/Orang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













