kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga jual listrik mikro hidro belum klop


Selasa, 07 Juni 2016 / 12:01 WIB
Harga jual listrik mikro hidro belum klop


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Kemelut antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum berakhir. PLN tetap menolak perintah Kementerian ESDM untuk mencabut Surat Edaran No 0497/REN.01.01/DITREN/2016 tanggal 11 April 2016 tentang Harga Listrik Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Dalam surat edaran itu, manajemen PLN menetapkan  harga beli listrik dari pengembang PLTMH sebesar US$ 0,07 per kWh-US$ 0,08 per kWh. Padahal berdasarkan Permen ESDM No 19/2015 harga listrik dari pengembang PLTMH harus US$ 0,09 per kWh-US$ 0,12 per kWh, dengan pertimbangan agar investor swasta berminat menggarap proyek PLTMH.

Direktur Aneka Energi Kementerian ESDM, Maritje Hutapea menyatakan, surat edaran PLN belum dicabut karena masih ada perbedaan perhitungan antara Kementerian ESDM dengan PLN. "Belum sama persepsinya, belum ada angka subsidinya, kami masih menghitung," ungkapnya kepada KONTAN, Senin (6/6).

Maritje menerangkan, hitungan subsidi berdasarkan Biaya Pokok Produksi (BPP) PLN. Sedangkan PLN menginginkan harga beli listrik ke pengembang PLTMH harus dibandingkan dengan harga jual listrik ke konsumen PLN.

Versi Kementerian ESDM, asumsi BPP listrik PLTMH suatu daerah sebesar Rp 3.300 per kWh. Sementara feed in tariff yang ditetapkan pemerintah dan harus dibayar ke PLN senilai Rp 2.000 per kWh.  

Alhasil, masih surplus Rp 1.300 per kWh, dan tak perlu subsidi. "Tapi hitungan PLN perlu subsidi karena harga jual listrik ke pelanggan  hanya Rp 1.300 per kWh, maka ada kekurangan Rp 700 per kWh yang harus ditutup dengan subsidi," tandasnya.

Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Mikro Hidro, Riza Husni berpendapat, harga yang ditentukan Kementerian ESDM sesuai dengan permintaan pengembang listrik swasta.

Dia menyatakan, harga listrik yang dibeli PLN akan berpengaruh terhadap break event point (BEP) perusahaan dalam berinvestasi PLTMH di Indonesia. "Asumsi kami, membangun PLTMH perlu US$ 2 juta per megawatt (MW), sedangkan versi PLN hanya US$ 1,4 juta per MW," urainya.

PLN adukan ke KPK

Riza mengungkapkan, Direktur Utama PLN Sofyan Basir juga mengadukan Kementerian ESDM ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  pada 30 Mei 2016. Alasannya, aturan yang mewajibkan PLN  membayar mahal harga listrik PLTMH bisa merugikan Negara.

"Atas aduan itu, kami juga siap memberikan neraca perhitungan harga jual PLTMH yang juga menjadi kerugian pengembang. Karena, kami juga rugi dengan harga yang ditetapkan PLN, kalau memakai harga dari PLN, kami semakin rugi," tandas Riza.

Sampai berita ini naik cetak, KONTAN belum mendapatkan penjelasan dari PLN. Senior Manager Public Relation PLN Agung Murdifi belum menanggapi pesan singkat maupun telepon dari KONTAN terkait hal ini.

Sujatmiko Jurubicara Kementerian ESDM membenarkan bahwa instansi ini telah dilaporkan oleh PLN. Dia menyatakan,  Kementerian ESDM telah memberikan klarifikasi KPK dan menjelaskan duduk perkaranya ke KPK pada 3 Juni 2016.

Kementerian ESDM juga menyampaikan kepada KPK bahwa kebijakan ini untuk mendorong  program Energi Baru Terbarukan. "Kalau kebijakan di challange,  kan jadi tertunda-tunda. Jika PLN menentang kebijakan yang lain, efek tidak bagus," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×