kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,85   2,25   0.25%
  • EMAS1.378.000 0,95%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Harga Komoditas Emas dan Nikel Naik, Ini Pengaruhnya ke Emiten


Rabu, 29 Mei 2024 / 22:37 WIB
Harga Komoditas Emas dan Nikel Naik, Ini Pengaruhnya ke Emiten
ILUSTRASI. Harga beberapa komoditas tambang seperti emas dan nikel terus meningkat.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga beberapa komoditas tambang seperti emas dan nikel terus meningkat. Kenaikan harga komoditas berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan pertambangan.

Harga emas naik pada perdagangan Rabu naik 0,38% menjadi US$ 2.359 per ons troi. Sedangkan harga emas berjangka AS naik 0,9% menjadi US$ 2.356,5 per ons troi. Melonjaknya harga emas dunia ini lantaran melemahnya kurs dolar Amerika Serikat (AS) disebabkan investor menantikan data inflasi AS yang akan dirilis pada akhir pekan ini.

Selain harga emas yang naik, harga komoditas nikel pun mengalami kenaikan. Harga nikel terpantau naik pada penutupan perdagangan Selasa. Harga nikel berdasarkan London Metal Exchange (LME) ditutup naik 1,07% menjadi US$ 20.467 per ton.

Salah satu emiten pertambangan emas, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) turut merasakan manisnya harga komoditas emas yang naik. General Manager Merdeka Copper Gold, Tom Malik mengatakan, kenaikan harga emas tentunya berdampak positif terhadap kinerja MDKA. 

"Beberapa analis bullish terhadap harga emas bahkan memprediksi harga bisa mencapai US$ 2.400-US$ 2.500 per ons," kata Tom kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5).

Baca Juga: Harga Emas Naik, Pasar Menanti Rilis Data Inflasi AS untuk Melihat Arah Suku Bunga

Dia menjelaskan, untuk MDKA, produksi emas dari Tambang Emas Tujuh Bukit (PT PBSI) di Banyuwangi untuk 2024 di rentang 100.000 ons-120.000 ons.

Sebagai perusahaan tambang, kata Tom, MDKA adalah price taker karena harga emas tergantung supply-demand global. Namun kinerja ekonomi AS yang lebih baik dari perkiraan serta sikap agresif Federal Reserve AS terhadap kebijakan moneternya memberikan angin positif terhadap meningkatnya harga emas global.

Lebih lanjut, Tom menuturkan bahwa perusahaan tambang beroperasi berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan yang diajukan dan disetujui oleh Kementerian ESDM. RKAB aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan termasuk jumlah produksi untuk tahun berjalan.

Menurut Tom, kenaikan harga emas tidak membuat MDKA meningkatkan produksi karena sudah dipatok dalam RKAB. "Pengendalian biaya produksi melalui efisiensi dan optimalisasi operasi memungkinkan MDKA menikmati margin yang lebih tinggi dari naiknya harga emas dunia," ujar Tom.

Baca Juga: Prospek Emiten Nikel Disepuh Penguatan Harga Komoditas

Untuk memanfaatkan momentum harga emas yang tinggi ini, kata Tom, MDKA secara konsisten melakukan ekpslorasi lanjutan di operasi kami termasuk Tambang Emas Tujuh Bukit untuk meningkatkan cadangan emas dan memperpanjang umur tambang.

Selain itu, MDKA sedang mengembangkan proyek Tambang Emas Pani di Gorontalo yang akan merupakan tambang emas primer terbesar di Indonesia.  Tambang Emas Pani saat ini dalam tahap konstruksi dan ditargetkan beroperasi akhir tahun depan dengan produksi tertinggi 450.000 ons per tahun.

Tidak hanya dari sisi produsen saja, emiten yang bergerak di bisnis hilir emas juga turut memanfaatkan kenaikan harga emas, salah satunya emiten penjual perhiasan, yakni PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA).

Director of Investor Relations HRTA Thendra Chrisnanda menyatakan pihaknya optimis untuk dapat kembali membukukan kinerja all time high di akhir tahun 2024. Secara moderat, Pendapatan HRTA diestimasikan bertumbuh sebesar 30% YoY dan laba bersih sebesar 15%.

Target tersebut masih sangat konservatif dibandingkan dengan realisasi di kuartal pertama 2024. Pendapatan HRTA berhasil bertumbuh sebesar 89,66% YoY dari Rp 2,12 triliun menjadi Rp 4,01 triliun. Laba bersih berhasil bertumbuh sebesar 47,05% YoY dari Rp 69,84 miliar menjadi Rp 102,7 miliar.

"Pertumbuhan kinerja tersebut berada di atas rata-rata perusahaan di industri emas Indonesia," kata Thendra kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5).

Baca Juga: Inilah Saham Blue Chip Layak Beli Saat Harga Melemah

Sementara itu, diberitakan sebelumnya, salah satu perusahaan nikel PT PAM Mineral Tbk (NICL) optimistis kinerja pada tahun ini akan tetap tumbuh positif seiring tren penguatan harga komoditas nikel dalam beberapa waktu terakhir. 

Direktur NICL Herman mengatakan, proyeksi kinerja keuangan tahun ini diproyeksikan mengalami pertumbuhan. 

"Dari omzet penjualan kurang lebih target dari perusahaan kita targetnya sebesar Rp 1,2 triliun dan labanya laba bersih setelah pajak untuk tahun 2024 sebesar Rp 115 miliar," ungkap Herman dalam paparan publik, Rabu (29/5). 

Berdasarkan rencana perusahaan, kinerja keuangan ditargetkan terus meningkat dalam tiga tahun ke depan. PAM Mineral menargetkan penjualan mencapai Rp 1,4 triliun dan laba bersih setelah pajak penghasilan sebesar Rp 121 miliar pada 2025. Target ini kembali meningkat pada 2026 dengan penjualan sebesar Rp 1,52 triliun dan laba bersih setelah pajak penghasilan sebesar Rp 125 miliar. 

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai kenaikan harga komoditas akan berdampak positif. Dengan adanya kenaikan harga umumnya pelaku tambang akan memanen keuntungan. Umumnya, kata Komaidi, biaya produksi perusahaan tambang relatif stabil.

"Untuk komponen cost lain relatif sama, artinya pergerakannya tidak terlalu tinggi. Selisih antara margin dan biaya makin lebar, artinya marginnya makin tinggi," ungkap Komaidi kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×