Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akibat pelemahan harga komoditas, target kinerja PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) diperkirakan belum bisa tercapai. Hanya saja, RNI belum mau mengubah target.
Tahun ini, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang industri gula, farmasi, dan properti, perusahaan membidik pendapatan Rp 6,7 triliun. Angka tersebut naik 31,3% dari periode 2017 sebesar Rp 5,1 triliun.
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) B. Didik Prasetyo menjelaskan, belum mau merevisi target dan siap mempertanggungjawabkan hasil kinerja ke Kementerian BUMN.
"Kinerja belum baik karena adanya penurunan harga gula dan CPO. Serta keterlambatan pembayaran oleh BPJS Kesehatan," kata Didik kepada KONTAN, Minggu (9/12).
Didik mengaku, dua anak usaha yang kinerjanya masih negatif yakni PTP Mitra Ogan dan PT PG Rajawali II.
Namun, kinerja perusahaan farmasi seperti PT Phapros Tbk, PT Mitra Rajawali Banjaran, perusahaan trading PT Rajawali Nusindo dan pabrik gula milik RNI lain masih positif.
Melihat hal tersebut, Didik mengaku perusahaan menyiapkan strategi agar RNI tidak bergantung dengan harga komoditas. "Harus ada recurring income yang tidak tergantung dengan harga komoditi. Lewat cara hilirisasi produk dan diversifikasi usaha," katanya.
Di sektor hilirirasi, RNI tengah mengkaji pengembangan industri turunan dari pabrik gulanya. Sehingga bisa diolah menjadi bioethanol, gula sehat dan lainnya. Ditargetkan dalam satu hingga dua tahun kedepan sudah dapat komersial.
Selain itu diversifikasi usaha salah satunya pengembangan bisnis properti. Misalnya saat ini RNI telah menggandeng Waskita Realty membangun gedung perkantoran Waskita Rajawali Tower di lahan perusahaan yang terletak di MT Haryono.
Untuk kinerja tahun depan, Didik belum bisa memberikan informasi. Yang baru pasti yakni alokasi belanja modal yang direncanakan dipakai Rp 4,5 triliun belum bisa terserap di tahun ini
"Kita ada carry over untuk pengembangan kawasan industri di 2019," kata Didik.
Dari nilai capex tersebut ada modal sebanyak Rp 3 triliun yang akan digunakan untuk pembentukan kawasan industri di Subang, Jawa Barat. Lahan seluas 3.900 hektare sudah dimiliki perusahaan. Namun tahun ini masih terkendala perijinan yang masih berusaha dituntaskan.
"Capex sudah ada yang keluar untuk pengembangan bisnis holding dan anak usaha lain," kata Didik. Sayangnya belum diperinci angka nilai yang sudah terserap tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News