Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara kembali membara pada pengujung tahun 2020. Setelah harga batubara acuan (HBA) terus menanjak naik dalam tiga bulan terakhir dan ditutup di level US$ 59,65 per ton, belakangan ini harga kontrak future batubara termal Newcastle sudah berada di atas US$ 80 per ton.
Pengusaha batubara pun semringah atas kondisi ini. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia memperkirakan, tren kenaikan harga komoditas emas hitam ini akan terus berlanjut pada tahun depan. "Tren ini baik sekali untuk pengusaha batubara yang lebih sustainable dan tren ini akan berlanjut untuk beberapa waktu ke depan," kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (27/12).
Menurut Hendra, kenaikan harga batubara disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, membaiknya pemulihan ekonomi di sejumlah negara, terutama pertumbuhan ekonomi di China sebagai pasar utama. Kedua, pasar batubara juga terdongkrak oleh faktor alam seperti musim dingin yang lebih dingin di belahan bumi utara, hujan dan ombak di Indonesia, serta cyclone di Australia.
Ketiga, adanya ketegangan hubungan perdagangan China dengan Australia juga ikut memanaskan harga dan pasar batubara. Hendra memprediksi, tren harga saat ini akan bertahan, paling tidak hingga pertengahan tahun depan.
Baca Juga: Harga merangkak naik, ABM Investama targetkan produksi batubara 13 juta ton di 2021
"Seterusnya sangat dipengaruhi disiplin pengusaha dan pemasok batubara, ketersediaan alat produksi, dan terutama campur tangan regulator di banyak negara guna menggerakkan ekonomi, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan meningkatkan daya saing industri," terang Hendra.
Pergerakan harga dan pasar batubara pada 2021 juga akan tergantung bagaimana penanganan pandemi covid-19. Dengan pandemi yang masih belum berakhir, Hendra memperkirakan bahwa perusahaan masih akan wait and see atau berhati-hati dalam melakukan aksi korporasi terutama ekspansi. "Investasi untuk pengembangan usaha ke depan akan sangat dipengaruhi juga akses mendapatkan pinjaman yang saat ini sulit," sebut Hendra.
Sedangkan dari sisi produksi, volume dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang telah disetujui oleh Kementerian ESDM tetap akan menjadi patokan. Dalam merespons pergerakan pasar, perusahaan pun nantinya akan melihat peluang untuk melakukan revisi RKAB.
"Bagi pihak perusahaan tentu menghormati penetapan rencana produksi batubara nasional dan melihat perkembangan ke depan karena di pertengahan juga dimungkinkan bagi pelaku usaha untuk dapat mengajukan revisi RKAB," terang Hendra.
Baca Juga: Penerimaan bea keluar moncer terdorong kenaikan harga sejumlah komoditas