Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Sementara itu, dari US$ 240 juta anggaran capex MEDC hasil revisi, sebesar US$ 180 juta ditujukan untuk menopang bisnis migas dan US$ 60 juta untuk segmen kelistrikan. Sebelum revisi, capex MEDC untuk tahun ini ditargetkan US$ 340 juta dengan US$ 280 juta untuk migas dan US$ 60 untuk listrik.
Adapun, dari US$ 180 juta capex migas MEDC di 2020, sebanyak US$ 117 juta dianggarkan untuk proyek PSC, US$ 21 juta untuk proyek non-PSC dan US$ 42 juta untuk biaya eksplorasi. Sementara itu, meski ada pemangkasan volume produksi dan capex, namun MEDC tetap mempertahankan biaya produksi di bawah US$ 10 per boe.
Kendati ada revisi target, Myrta mengklaim bahwa bisnis MEDC bisa tetap berkelanjutan di tengah harga minyak yang rendah. Apalagi, katanya, 36% dari total produksi MEDC merupakan gas kontrak dengan harga tetap.
"Sehingga hal ini memberikan landasan alami terhadap volatilitas harga. Perusahaan juga menerapkan kebijakan lindung nilai untuk meminimalkan risiko," sebut Myrta.
Baca Juga: Medco Energi (MEDC) menyiapkan US$ 3 juta untuk buyback saham
Medco, kata Myrta, juga memiliki likuiditas yang cukup dan struktur pendukung untuk bertahan pada harga rendah. Adapun, kas dan setara kas yang dikantongi MEDC sekitar US$ 1,2 miliar dan fasilitas dana yang masih tersimpan sekitar US$ 250 juta.
Sebelumnya, dalam catatan Kontan.co.id, Direktur Utama MEDC Hilmi Panigoro mengatakan, dalam setiap penurunan harga minyak sebanyak US$ 1 per barel, maka akan mengurangi EBITDA MEDC hingga US$ 10 juta. Prediksi ini berlaku jika harga minyak terus turun sepanjang tahun.
Adapun, harga minyak dunia memang mulai merangkak naik dalam beberapa hari terakhir. Namun, masih berada di level US$ 20-an per barel. Dengan situasi pandemi virus corona seperti sekarang, minyak mentah berjangka mengakhiri kuartal pertama tahun ini dengan penurunan hampir 70%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News