Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona menurunkan harga minyak hingga menyentuh level US$ 20-an per barel. Kondisi ini diproyeksikan bakal mengganggu kinerja perusahaan minyak dan gas (migas), termasuk kinerja produksi dan lifting di hulu migas.
Kendati begitu, Indonesia Petroleum Association (IPA) optimistis, kinerja produksi dan lifting migas di Indonesia masih terjaga, setidaknya selama periode kuartal I 2020. Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengungkapkan, secara bisnis, setiap perusahaan migas tentu akan terpapar dampak corona dengan kadar yang berbeda.
Namun, katanya, setiap perusahaan akan memiliki strategi mitigasi dengan mencermati perkembangan kondisi terkini. Sedangkan untuk lifting migas, Marjolijn menilai bahwa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tetap akan berkomitmen untuk mengejar target produksi sesuai dengan Work Program & Budget (WP&B) yang telah disepakati.
Baca Juga: SKK Migas belum berencana revisi target walau harga minyak terus fluktuatif
"Saya kira semua perusahaan migas di Indonesia tetap melakukan tugas produksinya sebagaimana biasa. Hanya caranya mereka ubah dengan menyesuaikan dengan keadaan saat ini yang menghadapi pandemi. Setiap perusahaan akan mempunyai strategi mereka masing masing," terang Marjolijn saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (27/3).
Ia mengungkapkan, perusahaan migas termasuk KKKS sudah mengadopsi sistem kerja dari rumah atau Work From Home untuk sebagian pekerjaan. Namun, untuk pekerjaan di lapangan tetap dijaga supaya berjalan seperti biasa, meski dengan menerapkan protokol yang lebih ketat.
"Jadi sebagian pekerjaan dikerjakan dari rumah. Di lapangan tempat beroperasi semua jalan seperti biasa. Tetapi dengan hanya ditunggui oleh tenaga kerja yang perlu saja. Jadi pada dasarnya tetap komitmen untuk berproduksi dengan baik," ungkap Marjolijn.
Sayangnya, ia belum dapat memberikan gambaran mengenai proyeksi sektor migas pada kuartal II mendatang. Menurutnya, semua itu akan bergantung terhadap penanganan pandemi Corona serta perkembangan harga minyak yang berlangsung dinamis.
"Tentunya tergantung berapa lama tren pelemahan harga minyak ini. Tapi sulit untuk memprediksi tren ini akan berlangsung berapa lama," katanya.
Dihubungi terpisah, Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia Azi N. Alam mengungkapkan bahwa kinerja penopang utama lifting minyak Indonesia saat ini, yakni Blok Cepu, belum terpapar efek Corona. Azi bilang, operasional dan produksi Blok Cepu masih berjalan normal.
Dengan begitu, ia menyebut bahwa sampai sekarang pihaknya masih belum berencana mengubah target atau rencana kerja perusahaan. "Hingga saat ini, tidak ada dampak terhadap operasi dan produksi dari Blok Cepu," ungkap Azi kepada Kontan.co.id, Jum'at (27/3).
Tapi, kata Azi, ExxonMobil tetap mengambil sejumlah langkah untuk mendukung upaya pemerintah dalam meminimalisasi penyebaran dan dampak virus corona. Antara lain dengan memeriksa temperatur pekerja dan pengunjung, pembatasan rencana perjalanan, serta melakukan uji coba kebijakan work from home.
"Fokus kami saat ini adalah keselamatan dan kesehatan dari para pekerja serta turut menjalankan peran kami dalam membantu mengurangi penyebaran virus corona di masyarakat," katanya.
Baca Juga: Wabah virus corona mulai hambat jadwal proyek migas tanah air
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan, kegiatan operasional memang masih berjalan normal dengan penerapan protokol yang lebih ketat. Namun, imbuhnya, pandemi corona ini berpotensi akan berdampak terhadap pencapaian perusahaan di kuartal I 2020.
"Pencapaian kuartal I 2020 mungkin ada sedikit pengaruhnya, terutama sepanjang bulan Maret ini harga minya rendah dan mulai masif penularan Covid-19 di Indonesia," kata Nanang.
Baca Juga: SKK Migas: Operasionalisasi lapangan Kepodang harus lebih efisien
Meski demikian, Nanang mengatakan, hal tersebut belum akan mengubah target produksi dan lifting migas di tahun ini. Sejauh ini, katanya, Pertamina EP masih optimistis bisa mengejar target lifting migas sebagaimana yang direncanakan dalam WP&B tahun 2020.
"Sampai saat ini belum terpengaruh pada produksi atau lifting. Kemarin diskusi dengan Tim SKK Migas via online, kesimpulannya belum akan mengubah rencana kerja, tapi lebih ke usaha-usaha cost efisiensi," terangnya.
Nanang menjelaskan, upaya efisiensi tersebut antara lain meliputi pemotongan anggaran-anggaran kegiatan yang tidak berhubungan dengan peningkatan produksi dan cadangan, negosiasi kontrak-kontrak dengan vendor, serta fokus pada program-program quick yielding.
Adapun, pada tahun ini target lifting Pertamina EP sebesar 85.000 bopd minyak dan 765 mmscfd gas. Hingga 22 Maret, kata Nanang, realisasi lifting minyak berada di angka 81.601 bopd dan 956 mmscfd untuk gas. "96% terhadap draw down target untuk oil dan 105% terhadap draw down target untuk gas," kata Nanang.
Baca Juga: Transisi Rokan, Chevron bakal lanjutkan investasi hingga akhir kontrak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News