Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
"Ya fokus utama kami bukan ke menaikkan harga untuk profit tapi menggerakkan industri properti, yang berkaitan dengan 174 industri lain. Multiplier effectnya akan membangkitkan ekonomi," ungkap Totok.
Dihubungi terpisah, Direktur Independen PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Tulus Santoso juga mengamini bahwa IHPR dan SHPR BI cukup mencerminkan pasar properti. Stimulus dari pemerintah telah menjadi katalis positif untuk pertumbuhan tersebut. "Sejauh ini kenaikan volume ditopang oleh stimulus Bank Indonesia dan insentif PPN," ungkap Tulus.
PT Intiland Development Tbk (DILD) juga merasakan lonjakan penjualan pada periode awal tahun ini. Sekretaris Perusahaan DILD Theresia Rustandi menyampaikan, hal itu tercermin dari raihan marketing sales DILD yang meroket hingga 150%.
"Untuk DILD sendiri, terlihat lonjakan marketing sales pada Q1-2021 jika dibandingkan kuartal yang sama tahun 2020. Lonjakan terjadi sekitar 150%," kata Theresia.
Perbandingan Negara Lain
Dari sisi tingkat harga properti, Theresia menilai jika dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Asia lainnya, investasi properti di Indonesia masih sangat menarik.
"Harga relatif jauh lebih terjangkau dibandingkan negara lain dan rental yield di Indonesia masih dikisaran 5,2% - 7,7%. Relatif masih sangat tinggi," terangnya.
Baca Juga: Segera melantai pada Juni 2021, Triniti Dinamik bakal gunakan kode emiten TRUE
Terkait perbandingan harga hunian, Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida memberikan gambaran harga rumah sederhana subsidi di Indonesia masih berkisar di angka Rp 150 juta - Rp 200 juta. Sedangkan di negara seperti Kamboja saja, sudah menyentuh Rp 500 juta.
"Dengan tipe yang sama, luas tanah dan bangunan, bisa beda jauh harganya. Juga dengan Vietnam, dan belum lagi kalau kita sebut Singapura," sebut Totok.