kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.951.000   23.000   1,19%
  • USD/IDR 16.300   94,00   0,58%
  • IDX 7.166   -38,30   -0,53%
  • KOMPAS100 1.044   -6,02   -0,57%
  • LQ45 802   -6,08   -0,75%
  • ISSI 232   -0,07   -0,03%
  • IDX30 416   -3,18   -0,76%
  • IDXHIDIV20 486   -4,82   -0,98%
  • IDX80 117   -0,79   -0,67%
  • IDXV30 119   -0,02   -0,02%
  • IDXQ30 134   -1,35   -1,00%

Harga tanah di Makassar tembus Rp 25 juta m2


Senin, 20 Juni 2016 / 16:17 WIB
Harga tanah di Makassar tembus Rp 25 juta m2


Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Tidak seperti daerah-daerah lainnya yang kerap menimbulkan konflik, pembebasan lahan di Makassar, Sulawesi Selatan, tidak mengalami kesulitan yang berarti.

Namun, pembebasan lahan justru tersandung masalah harga kian melangit pasca banyaknya pemain properti Nasional masuk kawasan ini.

"Pusat kota sudah tidak ada yang murah, Makassar sudah jadi metropolitan, harga tanah luar biasa tinggi. Bisa mencapai Rp 25 juta per meter persegi," ujar Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Sulawesi Selatan, Muhammad Arief Mone kepada Kompas.com, Minggu (19/6/2016).

Meski demikian, di wilayah-wilayah tertentu harga lahannya bervariasi. Penentuan harga ini bergantung pada lokasi, dan akses yang dapat ditempuh.

Semakin dekat dengan pusat kota, harga lahan semakin tinggi. Arief menyebutkan, radius 4 kilometer dari pusat kota harga tanah mencapai Rp 7 juta-Rp 10 juta.

Sementara untuk radius  6-7 kilometer, harga tanah dibanderol Rp 2 jutaan. Untuk harga tersebut, biasanya rumah yang dibangun adalah untuk menengah ke atas.

Pasalnya, untuk membangun rumah menengah ke bawah, sudah tidak feasible  karena harga tanahnya terlalu mahal.

"Pengembang biasanya membangun rumah menengah di atas lahan dengan harga serentang Rp 100.000-Rp 1 juta. Harga ini baru ada di radius 10 kilometeran atau 20 kilometer dari pusat kota," tutur Arief.

Ia menambahkan untuk lokasi perumahan dengan radius 15-20 kilometer, aksesnya masih terhitung cukup baik. Namun, untuk transportasi massal belum tersedia.

Hal ini menjadi masalah jika masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang membeli rumah di lokasi tersebut.

Meski harga rumah masih rendah, tapi karena terlalu jauh dari pusat kota, pengeluaran untuk transportasi juga menjadi lebih tinggi. (Penulis: Arimbi Ramadhiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×