kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,73   8,13   0.82%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga telur ayam mulai menurun di sejumlah pasar di Jakarta


Minggu, 21 Oktober 2018 / 09:16 WIB
Harga telur ayam mulai menurun di sejumlah pasar di Jakarta
ILUSTRASI. Penjualan telur ayam


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga telur ayam ras saat ini terpantau turun di beberapa kawasan pasar di Jakarta. Berdasarkan infopangan Jakarta, di pasar induk Kramat Jati, pada Sabtu (20/10), harga telur ayam ras turun Rp 1.000 menjadi Rp 21.000 per kg. Sedangkan harga hari sebelumnya (19/10), harga telur ayam ras berada di posisi Rp 23.000 per kg.

Di pasar Sunter Podomoro pada hari yang sama, harga telur ayam juga turun Rp 2.000 menjadi Rp 23.000 per kg dari posisi Rp24.000 per kg pada hari sebelumnya.

Adapun harga telur ayam ras di pasar Pulo Gadung mengalami kenaikan Rp 1.000 di akhir pekan menjadi Rp 22.000 per kg (20/10) dari posisi Rp 21.000 per kg pada hari sebelumnya.

Selain tiga pasar yang disebutkan, harga telur ayam ras terpantau stabil dengan kisaran rata-rata harga tertinggi Rp 24.000 per kg dan Rp 22.041 harga rata-rata terendah.

Kendati demikian, harga tersebut masih lebih mahal ketimbang harga batas atas yang dipatok Kementerian Perdagangan (Kemdag). Asal tahu saja, pada 1 Oktober 2018 lalu, Kemdag resmi memberlakukan harga batas bawah untuk telur ayam ras di tingkat peternak sebesar Rp 18.000 per kg dan batas atas di tingkat peternak sebesar Rp 20.000 per kg.

Terkait dengan hal ini, Tuti Prahastuti Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bappebti) Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan menyebut jika hal ini terus berlarut maka Kemdag akan menjembatani antara distributor dan pedagang terkait masalah yang terjadi sehingga membuat harga komoditi telur ayam bergejolak di beberapa kawasan.

“Jadi dari Kemdag akan memfasilitasi pihak-pihak yang punya masalah,karena ini nanti akan berdampak pada perut masyarakat kita. Makanya kami buat patokan, ada di Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) yang baru nomor 48 itu. Hal itu harusnya menjadi pegangan peternak dan retail,” kata Tuti belum lama ini di Jakarta Selatan.

Lebih lanjut Tuti menjelaskan, kerjasama antar pelaku pasar diperlukan untuk memberikan harga yang rasional kepada masyarakat, sehingga tidak ada masyarakat atau pelaku usaha yang diuntungkan atau dirugikan sepihak. Dia juga menegaskan, Kemdag akan terus menggelar operasai pasar jika harga telur ayam ras terus bergeliat.

“Sejauh ini biaya produksinya tinggi. Kemdag memfasilitasi hilirnya yaitu konsumen, pasar, distributor dan retail. Untuk hulunya adalah peternak. Kami bekerja sama dengan asosiasi retail, bagaimana agar telur dan ayam yang mereka jual tidak merugikan peternaknya dan di masyarakat juga harga tidak terlalu tinggi,” tegasnya.

Sementara, Ketua Bidang Litbang Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Rizal E Halim menilai kenaikan harga telur ayam ini bisa saja dipicu oleh biaya transportasi yang mahal atau stok di peternak yang berkurang.

“Mungkin ini memakan biaya ada transportasi, dan belum lagi infrastrukturnya. Itu menyebabkan harga di tingkat pedagang akhir atau di tingkat konsumen akhir itu menjadi tinggi. Karena umumnya yang dilakukan pedagang itu sederhana, pedagang tidak akan membuat misalkan harga Rp 10.000 kemudian dijual menjadi Rp 20.000, tidak mungkin marginnya 100% atau 50%. Paling sekitar 5%-10%,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×