Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Awan hitam tengah memayungi para eksportir di dalam negeri. Eksportir kopi, misalnya, harus menahan diri lantaran harga kopi anjlok.
Saat ini, harga kopi di pasar internasional hanya US$ 1,7 per kilogram (kg). Padahal, harga kopi sebelumnya mencapai US$ 2,2 per kg. Anjloknya harga kopi itu dipicu melesunya permintaan kopi di pasar dunia.
Para eksportir yang tergabung dalam Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) mengkhawatirkan peristiwa terperosoknya harga kopi ke titik terendah bakal terjadi seperti tahun 2000. "Saat itu harga kopi di pasar internasional hanya US$ 60 sen per kg," ujar Rachim Kartabrata, Sekretaris Eksekutif AEKI, Senin (27/10).
Memang, saat ini, anjloknya harga kopi memang belum separah tahun 2000. Harga kopi di tingkat petani, misalnya, masih Rp 13.000 per kg anjlok dari sebelumnya Rp 16.000 per kg.
Meski begitu, harga sekarang ini cuma Rp 5.000 lebih baik ketimbang tahun 2000. Tapi, bila permintaan kopi terus melorot bukan tak mungkin harga kopi di tingkat pedagang bakal menyusut lebih kecil lagi.
Hanya saja, eksportir kopi masih berharap harga kopi bakal merambat naik lagi. Untuk mencapai skala keekonomian, kenaikan harga kopi tidak perlu terlalu besar. Cukup naik sekitar US$ 20 sen hingga US$ 30 sen per kg. "Kalau tidak, terpaksa kami tetap memilih menahan ekspor. Pokoknya sampai harga pulih lagi," ujar Rachim.
Sebenarnya, pilihan menahan ekspor bukan tidak mengandung risiko. Buktinya, gara-gara tak mengekspor, stok kopi di dalam negeri menjadi berlimpah. Nah, kondisi itu bakal merugikan petani kopi di Sumatera Utara (Sumut) dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang sekarang baru memasuki masa panen. "Kondisi petani di Sumut dan Aceh bakal sulit, selain harga turun, ekspor juga sedang lesu," kata Suherman Harsono, Ketua Asosiasi Eksportir Indonesia Lampung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News