kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,55   2,12   0.24%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga timah loyo, produsen berhenti


Jumat, 18 November 2011 / 08:10 WIB
Harga timah loyo, produsen berhenti
ILUSTRASI. Karyawan melayani pembelian uang dolar Amerika Serikat (AS) di sebuah tempat penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/11/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.


Reporter: Handoyo |

JAKARTA. Upaya para produsen timah di Indonesia untuk mendongkrak harga di pasar dunia rupanya belum membuahkan hasil. Harga tetap rendah seperti sejak awal September lalu. Maka, ada produsen yang terpaksa menghentikan produksinya.

Salah satu produsen yang menghentikan produksi adalah PT Bangka Belitung Timah Sejahtera (BBTS). Johan Murod, Direktur BBTS, mengaku telah menghentikan produksi sejak dua minggu terakhir. "Ini akan terus berlanjut hingga Desember tahun ini," tandas Johan, Kamis (17/11).

Sebelumnya, perusahaan ini juga berpartisipasi pada keputusan Asosiasi Timah Indonesia (ATI) untuk menghentikan ekspor timah ke pasar spot. Penghentian ekspor yang sudah berlangsung sejak 1 Oktober 2011 tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Kebijakan itu sejalan dengan langkah 28 anggota ATI yang lain, termasuk produsen besar PT Timah Tbk (TINS).

Langkah penghentian produksi tersebut adalah untuk mengurangi pasokan di pasar, sehingga harga timah naik lagi. Namun, usaha itu ternyata belum berhasil. Harga timah di bursa London Metal Exchange (LME) tetap di bawah target mereka, US$ 24.000 per ton (lihat grafik).

Padahal, saat penghentian perdagangan timah di pasar spot, pengusaha harus menyimpannya di gudang. Tentu saja, stok di gudang pun semakin menumpuk. Catatan saja, perdagangan timah di pasar spot biasanya sekitar 40% dari produksi.

BBTS berkapasitas produksi sebanyak 1.500 ton timah per bulan. "Cuaca menjelang akhir tahun juga ekstrem, kami tidak mau membahayakan pegawai di pertambangan, lebih baik stop sementara waktu," tandas Johan.

Namun, Johan menegaskan, penghentian itu tidak menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. Karyawan tetap masuk untuk memanaskan tungku. "Kalau ada PHK, kami malah semakin rugi, karena mereka sudah kami didik," jelas Johan.

Rebound awal tahun

Abrun Abubakar, Sekretaris Perusahaan PT Timah, mengaku, pihaknya belum mengeluarkan kebijakan tambahan pasca penghentian perdagangan timah di pasar spot. "Produksi masih berjalan seperti biasa," kata Abrun.

Rudi Irawan, Direktur Eksekutif Asosiasi Timah Indonesia (ATI), bilang, kegiatan pertambangan timah di perusahaan lain juga tetap berjalan normal. "Produksi itu untuk memenuhi perdagangan kontrak dan penjualan pada tahun depan," jelas Rudi.

ATI mengakui, aksi pengusaha domestik menghentikan perdagangan timah di pasar spot memang belum efektif mendongkrak harga. Alasannya, hal itu baru berjalan dalam jangka pendek. "Beberapa bulan lagi, atau mulai sekitar awal tahun, harga akan rebound (meningkat lagi)," papar Rudi.

Soalnya, Indonesia merupakan pemasok utama timah dunia. Sejak penghentian perdagangan di pasar spot, pasokan timah dari Indonesia ke pasar terus menyusut. Pada September dan Oktober lalu, ekspor timah hanya berkisar 5.000 ton. Padahal rata-rata penjualan bulan sebelumnya sekitar 8.000 ton.

Johan juga mengamini pernyataan itu. Saat pasokan terus menyusut, harga akan naik dengan sendiri karena industri tetap membutuhkan timah. "Oleh karena itu, kami juga mengagendakan akan kembali menghidupkan kegiatan pertambangan pada awal tahun 2012," tutur Johan. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×