Reporter: Handoyo | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Meluasnya penyakit sindrom kematian dini atau early mortality syndrome (EMS) hingga ke India dan Meksiko membuat harga udang dunia tahun depan diperkirakan masih akan tetap tinggi, yakni di atas Rp 100.000 per kilogram (kg).
Slamet Soebjakto, Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan, tingginya harga udang lantaran suplai kebutuhan dunia udang dunia kini mengalami gangguan.
Saat ini, harga udang ukuran 50 kg semisal, berada di kisaran Rp 110.000 per kg. "Harga udang ini merupakan harga tertinggi selama tiga tahun terakhir," ujar Slamet.
Berdasarkan catatan KKP, tahun 2011 dan 2012 lalu, harga udang ukuran yang sama rata-rata hanya berada di kisaran 50.000 per kg.
Tak pelak, kenaikan harga udang ini membuat para pebudidaya udang menuai untung. Pasalnya, harga jual udang itu sudah jauh diatas biaya produksi yang hanya di kisaran Rp 35.000 hingga Rp 40.000 per kg.
Industri olahan kurang pasokan
Hanya saja, mereka harus tetap siaga demi mencegah masuknya EMS ke Indonesia. Pemerintah saat ini telah melarang masuknya udang dan produk udang dari Thailand, Malaysia, Vietnam dan Cina. "Saat ini, bahkan produk udang dari India juga sudah kita larang untuk masuk karena kabarnya terkena juga," ujar Saut P. Hutagalung, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP.
Menurut Saut, larangan impor segala bentuk produk udang dari negara-negara yang terkena EMS tersebut didasarkan pada keputusan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Saut mengatakan, bila ada tambahan negara yang secara pasti terkena penyakit EMS tidak menutup kemungkinan peraturan tersebut akan direvisi lagi.
Selain udang beku, produk olahan udang yang berasal dari negara-negara terkena EMS tidak diperbolehkan masuk. "Meski produk udang beku diyakini tidak dapat mengakibatkan penularan, namun pihak Karantina tidak berani karena jangan sampai terlanjur," ujar Saut.
Impor produk udang tidak terlalu besar nilainya. Perkiraan Saut, dari total nilai impor produk perikanan tahun lalu yang mencapai sekitar US$ 450 juta, importasi produk udang hanya sekitar 15%.
Namun, larangan impor udang ini ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, larangan impor akan meminimalisir resiko penyakit EMS. Namun, di sisi lain, larangan tersebut semakin mempersulit para pelaku usaha pengolahan yang selama ini harus mengimpor bahan baku udang.
Menurut Thomas Darmawan, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), produksi udang dalam negeri sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan industri pengolahan domestik.
Bahkan, dari kapasitas terpasang pabrik pengolahan udang yang sebesar 250.000 ton per tahun hanya setengahnya terpakai. "Maka, perlu sikap kehati-hatian, jangan sampai pelarangan tersebut membuat pabrik pengolahan melakukan relokasi," ujar Thomas.
Sebagai upaya untuk mendongkrak produksi udang dalam negeri, KKP tetap meneruskan program revitalisasi tambak udang ke beberapa daerah. Tahun depan, rencananya kegiatan revitalisasi tambak akan dilakukan di beberapa daerah seperti Sulawesi, Kalimantan dan Aceh. Jumlah luasan areal yang akan direvitalisasi akan sama seperti tahun ini yakni sekitar 500 hektare (ha). Sampai kuartal III tahun ini, produksi udang nasional mencapai 480.000 ton atau sekitar 78,94% dari target produksi 608.000 ton tahun ini. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News