Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) bulan September melanjutkan tren penurunan dalam enam bulan terakhir. HBA September pun sudah terperosok di bawah US$ 50 per ton dan menyentuh level terendah sejak 2016.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA September sebesar US$ 49,42 per ton, atau turun US$ 0,92 per ton dibanding HBA Agustus yang sebesar US$ 50,34 per ton.
Baca Juga: Terpapar pandemi, SMR Utama (SMRU) memangkas target produksi tahun ini
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, HBA yang terus terperosok menandakan belum pulihnya pasar batubara. Terutama karena lesunya permintaan (demand) dari China dan India selaku pasar utama.
"Iya benar, ini level harga terendah sejak 2016. Menandakan demand masih belum membaik terutama dari Tiongkok dan India," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (2/9).
Dia membeberkan, indikator ekonomi di China sebagai pasar ekspor batubara utama Indonesia memang sudah mulai membaik. Namun, permintaan impornya masih lemah. Hal itu disebabkan ketersediaan (stockpile) Negeri Tirai Bambu itu yang mencukupi sedangkan output produksinya masih kuat.
"Sebagai produsen batubara terbesar, Tiongkok sangat berhati-hati dalam melonggarkan keran kuota impor. Demikian pula India, impor sangat turun drastis karena perekonomian mereka masih tertekan," sebut Hendra.
Kata dia, masih sulit memprediksikan kondisi pasar dan harga batubara di sisa tahun ini. Sebab, masih banyak ketidakpastian khususnya dari sisi penanganan pandemi covid-19. Terutama di China, India dan negara-negara pengimpor batubara termal lainnya.
Baca Juga: Harga batubara acuan (HBA) September kembali anjlok, dipatok US$ 49,42 per ton
Hendra berharap, demand dan harga sudah bisa membaik pada periode Kuartal keempat. "Karena November sudah memasuki musim dingin. Tapi, masih ada juga kekhawatiran akan gelombang kedua covid-19 yang bisa mengubah proyeksi," ungkapnya.
Yang jelas, Hendra menegaskan bahwa kondisi ini sangat memberatkan sebagian produsen batubara yang bahkan harga jual Free on Board (FOB) sudah di bawah ongkos produksi. "Intinya, dengan harga di level ini, lebih dari separuh batubara yang diproduksi sudah di bawah ongkos produksi," terang Hendra.
Kendati begitu, perusahaan-perusahaan yang sudah memiliki kontrak jangka panjang tentu harus tetap memproduksi dan mengirimkan batubara sesuai kontrak. "Namun bagi kontrak spot itu tergantung dari perusahaan masing-masing," pungkasnya.
Terpisah, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengakui bahwa sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global sepanjang tahun 2020, HBA terus tertekan. HBA memang sempat menguat sebesar 0,28% pada angka US$ 67,08 per ton di bulan Maret dibanding bulan Februari yang US$ 66,89 per ton.
Namun HBA terus mengalami pelemahan ke angka US$ 65,77 per ton di bulan April dan US$ 61,11 per ton di bulan Mei. Selanjutnya di bulan Juni merosot lagi ke angka US$ 52,98 per ton dan berlanjut di Juli menjadi US$ 52,16 per ton. Pada bulan Agustus HBA dipatok US$ 50,34 per ton dan menjadi US$ 49,42 di September ini.
Baca Juga: Rata-rata harga jual emiten batubara turun, ini rekomendasi analis
Menurut Agung, sentimen utama dari kontraksi HBA disebabkan oleh pengetatan kebijakan impor Tiongkok dan India. Kondisi ini berujung pada cadangan batubara di kedua negara tersebut melimpah sehingga kebutuhan impor batubara menurun. "Covid-19 menyebabkan penurunan impor batubara oleh Tiongkok sebesar 20% dan belum pulihnya permintaan dari India pasca-lockdown," jelasnya.
Sebagai informasi, HBA sendiri diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900 pada bulan sebelumnya. Kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal per kilogram GAR.
Nantinya, harga acuan ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News