Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) menilai pemerintah perlu mengendalikan produksi batubara. Hal ini penting dilakukan mengingat kondisi pasar yang kelebihan pasokan (oversupply) serta melemahnya permintaan (demand) karena covid-19.
Akibatnya, harga komoditas emas hitam ini terpuruk yang tercermin dari anjloknya Harga Batubara Acuan (HBA) dalam lima bulan terakhir. HBA Agustus tercatat US$ 50,34 per ton, turun 3,49% dibandingkan bulan sebelumnya. HBA Agustus masuk ke level terendah sejak tahun 2016.
Baca Juga: Lanjutkan penurunan, harga batubara acuan (HBA) Agustus dipatok US$ 50,34 per ton
Ketua IMEF Singgih Widagdo mengungkapkan, kondisi ekonomi dari negara importir batubara masih tertekan. Kondisi ini berdampak terhadap lesunya industri, menurunnya permintaan listrik dan akhirnya berimbas pada pasar batubara.
Pada saat yang bersamaan, terjadi oversupply batubara lantaran produksi yang masih tinggi. Oleh sebab itu, Singgih menilai pengendalian produksi menjadi cara yang perlu ditempuh di tengah tekanan harga seperti sekarang.
"Dengan tekanan pasar saat ini tentu tanpa mengurangi produksi nasional, akan terjadi oversupply yang justru menekan harga batubara," kata Singgih kepada Kontan.co.id, Rabu (5/8).
Menurutnya, target Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2020 yang sebesar 550 juta ton harus ditinjau ulang. Sebab, target tersebut ditetapkan saat kondisi normal atau sebelum terjadinya pandemi covid-19.
Baca Juga: Volume pengiriman naik 28%, pengupasan tanah Darma Henwa (DEWA) tumbuh 33%
Singgih berpandangan, realisasi produksi batubara tahun ini akan berada di bawah target tersebut. "Paling akan mendekati 520 juta. Mengingat tekanan pasar ekspor maka jelas pengendalian produksi dengan mengurangi produksi nasional harus dilakukan," sebutnya.
Lebih lanjut, Singgih pun mengusulkan agar pemerintah dapat memetakan target produksi nasional dalam periode lima tahunan. Baginya, hal ini penting agar perhitungan bisnis dan investasi bisa dipetakan lebih jelas."Tapi mengingat safety dan lingkungan, pembahasan RKAB bisa per tahun. Namun indikasi volume dalam 5 tahunan," kata Singgih.
Hal tersebut juga untuk memetakan penyerapan pasar batubara. Pasalnya sekarang dan dalam beberapa tahun ke depan porsi terbesar batubara domestik masih diserap oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Baca Juga: Kinerja operasional meningkat di semester I, ini kata manajemen Darma Henwa (DEWA)
Peningkatan nilai tambah atau hilirisasi batubara yang dicanangkan pun ditaksir tidak banyak mampu menyerap dibandingkan dengan pertumbuhan produksi batubara nasional.
Sebab, proyek hilirisasi batubara Dimethyl Ether (DME) PT Bukit Asam Tbk dan proyek Methanol Bumi Resurces baru menyerap 13 juta ton batubara. Sehingga, pasar ekspor masih akan disasar sebagai tumpuan. "Akhirnya yang menjadi target adalah pasar ekspor," pungkas Singgih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News