Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hilirisasi batubara di Indonesia terkendala terbatasnya teknologi yang mumpuni untuk mengeksekusi program ini.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepetan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif menyatakan bahwa Indonesia tidak menguasai teknologi untuk program hilirisasi.
"Peningkatan nilai tambah ini masih berat begitu bicara ke nilai tambah, maka seluruh proses nilai tambah yang ada di Indonesia, ada kelemahan besar, kita tidak punya teknologi, kita membayar (teknologi) terlalu mahal," kata Irwandy di Jakarta, Kamis (17/3).
Baca Juga: Cadangan Batubara di Indonesia Bisa Digunakan Hingga 500 Tahun Lagi
Irwandy memberi contoh perusahaan batubara dalam negeri seperti PT Kaltim Prima Coal dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang akan melakukan hilirisasi batubara namun terkendala karena teknologi yang dibawa perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yaitu Air Products mundur dari proyek hilirisasi kedua perusahaan tersebut.
Keterbatasan teknologi ini bukan hanya menghambat hilirisasi batubara saja melainkan komoditas tambalin lainnya.
"Seperti pengolahan nilai tambah nikel yang seluruh teknologinya dari luar negeri misalnya teknologi RKEF yang 90% dari China dan HPAL untuk baterai juga dari China," ujar Irwandy.
Baca Juga: Ekspor Tiga Komoditas Unggulan Indonesia Anjlok di Februari 2024
Ia menjelaskan ada delapan teknologi hilirisasi batubara yang sedang dikembangkan, antara lain gasifikasi batubara, pencairan batubara, briket batubara, cokes making, coal upgrading, ekstrasi batubara, blending facility, hingga penerapan CCS dan CCUS.
Lebih lanjut, sebagian besar teknologi tersebut masih dalam tahap kajian kelayakan hingga penyiapan pembangunan, sebagian kecilnya sudah masuk tahap pembangunan dan penerapan teknologi.
Seperti diketahui, hilirisasi batubara merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Penjabarannya diperjelas dalam peraturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Global Mungkin Naik di 2024, Indonesia Tetap di Kisaran 5%
Kontan.co.id mencatat, ada 11 perusahaan yang telah menyatakan komitmennya untuk melakukan hilirisasi batubara.
Seperti dijabarkan oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Lana Saria dalam acara bertajuk Diskusi Publik Keekonomian Gasifikasi Batubara INDEF 7 April 2022 lalu, sebanyak 3 dari kesebelas proyek tersebut sudah memasuki tahapan produksi.
Salah satunya adalah, proyek entitas-entitas grup PT Bumi Resources Tbk (BUMI), yakni proyek coal to methanol dengan kapasitas produksi methanol sebesar 1,8 juta ton per tahun PT Kaltim Prima Coal yang bekerja dengan PT Kaltim Nusantara Coal, juga proyek coal to methanol PT Arutmin Indonesia yang direncanakan memiliki kapasitas produksi 2,95 juta ton per tahun.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Direktur dan Corporate Secretary PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan, rencana hilirisasi Group BUMI terus disiapkan dengan calon mitra strategis dari China.
Baca Juga: DOID Akan Memaksimalkan Bisnis Batubara Metalurgi
"Tahun ini ditargetkan dapat dilaksanakan financial closing untuk siap ke tahapan selanjutnya atau konstruksi," kata Dileep kepada KONTAN, Minggu (17/3).
Ia menjelaskan, secara perhitungan keekonomian proyek hilirisasi ini adalah sensitif terhadap harga jual produk dan beberapa peraturan pemerintah antara lain PNBP Batubara 0%, izin harga batubara khusus, tax holiday & beberapa insentive lainnya.
"Anak usaha BUMI senantiasa berusaha melaksanakan hilirisasi batubara ini sesuai dengan amanat peraturan yang berlaku di Indonesia," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News