Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Meski harga komoditas logam nikel mulai melonjak pasca pelarangan ekspor mineral mentah (ore) di awal 2014 lalu, namun pertumbuhan produksi nikel masih berjalan lambat. Hingga sekarang, hanya satu perusahaan saja yang memulai kegiatan produksi pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter), yakni PT Cahaya Modern Metal Industri di Sulawesi Tenggara.
Edi Prasodjo, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui, beberapa perusahaan tertunda jadwal pengoperasian smelter-nya lantaran keterbatasan infrastruktur. "Utamanya ketersediaan pasokan listrik, sehingga pengusaha harus menyiapkan PLTU sendiri sebelum membangun smelter," Edy, akhir pekan lalu.
Asal tahu saja, smelter komoditas nikel yang telah beroperasi sebelum pemberlakuan larangan ekspor yaitu PT Vale Indonesia dengan produk akhir nikel matte, PT Aneka Tambang Tbk produksi feronikel, serta PT Indoferro produksi nickel pig iron (NPI). Nah, pada Agustus 2014 lalu, Cahaya Modern pun sudah memulai kegiatan produksi NPI dengan kapasitas smelter sebesar 7.500 ton per tahun.
Menurut Edi, tambahan kapasitas produksi NPI di tahun ini memang terbilang kecil. Namun, di tahun mendatang sejumlah produsen baru NPI dijadwalkan sudah dapat mengoperasikan smelter. Misalnya saja, PT Integra Mining Nusantara, PT Bintang Delapan Mineral, dan PT Bhineka Sekarsa Adidaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News