Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aneka Tambang (Antam) Tbk mengungkap perbedaan pendapat antara perseroan dengan Kejaksaan Agung terkait Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 yang mengatur fungsi Harga Patokan Mineral (HPM) membuat penjualan mineral bauksit dan nikel dalam bentuk feronikel menjadi terhambat.
Untuk diketahui, keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 mengatur pedoman penetapan harga patokan untuk penjualan komoditas mineral logam dan batubara.
Isi utamanya adalah mengubah fungsi Harga Patokan Mineral (HPM) dan Harga Patokan Batubara (HPB) menjadi instrumen untuk pengenaan pajak, royalti, dan PNBP, bukan lagi sebagai acuan harga jual beli, sehingga harga pasar kembali ditentukan oleh negosiasi antara penambang dan pembeli.
Baca Juga: Aneka Tambang (Antam) Masih Impor Emas 30 Ton per Tahun, Ini Sumbernya
Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Achmad Ardianto mengungkap dalam Kepmen tersebut, seharusnya penjualan bijih bauksit maupun feronikel diperbolehkan di bawah harga HPM, atau sesuai dengan kesepakatan antara pembeli dan penjual yang bersifat Business-to-Business (B2B).
"Jadi, di dalam penjualan, isu utamanya adalah adanya Kepmen 268 yang mengatakan bahwa kita harus menjual minimum HPM, untuk produk bauksit dan feronikel," ungkap Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI, di Jakarta, Senin (29/09/2025).
Dalam penerapan Permen ini, Achmad mengatakan terdapat perbedaan persepsi antara perseroan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Dalam hal pelaksanaannya. Nah, disitu tergali, bahwa ternyata aparat penegak hukum bisa mempunyai pendapat yang berbeda dengan maksud dari Kepmen-nya," jelas dia.
Menurutnya, dalam pemahaman Kejagung, penjualan bijih nikel dan bijih bauksit harus mengikuti HPM. Namun, dengan adanya Kepmen ESDM Nomor 268 sebagai penyempurna dari Kepmen Nomor 76 K/30/MEM/2019, harga jual sesuai dengan kesepakatan penjual dan pembeli.
"Nah, ini juga mungkin perlu diartikulasikan secara lebih tepat, Pak, karena bagi pabrik Feronikel yang berasalkan Izin Usaha Industri (IUI), mereka tidak terikat kepada ini (penjualan tambang)," jelas dia.
Lebih lanjut, Antam menyebut, terkait perbedaan pendapat ini, pihaknya telah melakukan komunikasi lanjutkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamitel) dan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung.
"Saat ini kami sudah berkomunikasi dengan pihak Kejaksanaan Agung, dalam hal ini Jamitel dan Jamdatun. Kemudian juga sudah berkomunikasi dengan BPKP dan BPK. Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan solusi yang terbaik," kata Achmad.
Stockpile Bauksit-Nikel Antam Tertahan akibat Perbedaan Pengertian HPM
Dengan terhambatnya penjualan, stockpile bauksit dan nikel Antam menjadi penuh, yang akhirnya berdampak pada penghentian sementara penambangan bauksit dan nikel.
"Karena ini kalau dalam tambang bauksit kami, langsung tidak bisa nambang, Pak, karena stockpile penuh," kata dia.
Hingga saat ini, Antam sementara hanya bisa menjual bauksit kepada yang terafiliasi, yaitu dengan anak usaha Inalum yaitu dengan Borneo Alumina Indonesia (BAI).
Sedangkan untuk penjualan feronikel, Antam menjual pada perusahaan yang telah lebih dahulu menandatangani kontrak dengan sistem B2B, salah satunya melalui Krakatau POSCO yang perusahaan patungan (joint venture) antara PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dan POSCO Korea.
"Kita hanya bisa jual kepada perusahaan yang kontraknya sudah berjalan dalam hal ini, kemarin terakhir dengan POSCO. Tapi dengan perusahaan-perusahaan lain, kita tidak bisa jual diharga HPM, Pak. Karena pemahaman terhadap Permen tadi," ungkap dia.
Baca Juga: Grafik Harga Emas Antam Hari Ini (29 September 2025), Naik atau Turun?
Selanjutnya: Perusahaan Adrian Gunadi untuk Himpun Dana Ilegal Pernah Satu Gedung dengan Investree
Menarik Dibaca: Pasar Memantul Naik, MYX Finance Melaju ke Puncak Kripto Top Gainers
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News