kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hutama Karya bisa batal beli tanah anak usaha Hanson International, ini syaratnya


Minggu, 17 Mei 2020 / 08:06 WIB
Hutama Karya bisa batal beli tanah anak usaha Hanson International, ini syaratnya
ILUSTRASI. Kantor pusat bumn Hutama karya atau HK di cawang Jakarta Pho KONTAN/Achmad Fauzie/29/01/2015


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. PT Hutama Karya mengakui adanya perjanjian jual beli lahan dengan PT Harvest Time, anak usaha PT Hanson International Tbk (MYRX). Namun, perjanjian tersebut masih bisa berubah. Keputusan final atas perjanjian itu paling lambat enam bulan setelah perjanjian atau Juni 2020.

Perjanjian itu tentang jual beli lahan sekitar 600 hektare (ha) dengan harga Rp 300.000 per meter persegi (m²) di Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Nilai total transaksi jual beli lahan itu sekitar Rp 1,8 triliun.

Namun perjanjian ini tengah mendapat sorotan karena aset tanah yang ditransaksikan tersebut bermasalah. Kejaksaan Agung menyita sebagian aset tersebut pada Januari 2020. Penyitaan berlangsung setelah kejaksaan menahan Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama MYRX yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya.

Kasus lainnya, MYRX kini berstatus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) karena gagal membayar utang jatuh tempo. Hanson gagal bayar alias default atas pinjaman individu senilai Rp 2,54 triliun pada awal tahun 2020. 

Senior Executive Vice President (SEVP) Sekretaris Perusahaan Hutama Karya Muhammad Fauzan menyatakan perjanjian itu dilakukan anak usaha HK, PT HK Realtindo. Perusahaan properti ini sudah memiliki aset tanah yang siap dikembangkan di Kawasan tersebut. Rencananya tanah tersebut akan digunakan untuk kawasan perumahan dan bisnis komersial sebagai penyangga Ibukota Jakarta.

Namun, menurut Fauzan perjanjian dengan Harvest Time itu masih dalam tahap penandatanganan Letter of Intent (LOI) . Artinya kerjasama itu belum dapat diartikan sebagai transaksi jual beli melainkan sebagai surat minat atau keseriusan perusahaan untuk melakukan kerjasama.

“Jadi terkait perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 18 Desember 2019 lalu merupakan Perjanjian Eksklusivitas Rencana Pembelian Lahan. Perjanjian tersebut masih bersifat rencana, bukan transaksi jual beli dan perlu dilakukan kajian,” jelas Fauzan dalam keterangan tertulis, Jumat (16/5).

Jika dari hasil kajian tersebut tidak mendukung rencana pembelian objek lahan, maka kedua belah pihak sepakat bahwa Hutama Karya tidak akan melakukan pembelian objek lahan dan membatalkan perjanjian. Harvest Time juga wajib mengembalikkan uang minat objek lahan yang telah dibayarkan oleh Hutama Karya, bersamaan dengan pengembalian jaminan oleh perusahaan kepada Harvest Time.

Dalam perjanjian rencana pembelian lahan tersebut hanya disebutkan bahwa perusahaan memiliki minat untuk membeli lahan sampai dengan seluas total ±600 ha. Pada tahapan ini Hutama Karya secara prosedur harus melaksanakan kajian hukum komprehensif tentang status tanah. Apabila ditemukan permasalahan hukum, rencana tersebut dapat tidak dilanjutkan.

Uji tuntas

Perihal pembayaran senilai Rp 50 miliar dari perusahaan merupakan uang tanda minat yang bersifat sementara dan harus dikembalikan jika rencana jual beli lahan tidak dilanjutkan, serta pihak Harvest Time juga telah menyerahkan sertifikat tanah seluas 25,5 ha yang bebas dari masalah hukum sebagai jaminan. Hutama Karya juga telah melakukan klarifikasi status tanah tersebut kepada pihak berwenang diantaranya BPN Kabupaten Lebak dan Kejaksaan Agung.

Lanjutan dari perjanjian rencana pembelian lahan ini, kedua belah pihak sepakat bahwa untuk melakukan uji tuntas atas obyek lahan secara detail dan menyeluruh baik dari aspek hukum, finansial (termasuk financial close), teknis, komersial, dan aspek lainnya yang terkait dengan obyek lahan dimulai sejak ditandatanganinya perjanjian eksklusivitas rencana pembelian lahan sampai dengan enam bulan kemudian. Jika hasil uji tuntas menyatakan mendukung pembelian obyek lahan, maka akan dilanjutkan ke tahap negosiasi.

Lalu setelah dicapai kesepakatan harga, maka akan dituangkan kedalam perjanjian jual beli yang sah. Sebaliknya, apabila hasil uji tuntas tidak mendukung, maka kedua belah pihak sepakat untuk membatalkan perjanjian tersebut.

Hutama Karya juga memastikan dalam proses pembelian lahan nantinya, perusahaan tidak menggunakan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) melainkan akan menggunakan dana internal perusahaan yang sudah dianggarkan pada rencana kerja perusahaan.

“Penggunaan dana PMN sudah jelas peruntukannya yaitu untuk pembiayaan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) di mana pengelolaan dana tersebut dipisahkan dan melalui proses audit yang ketat oleh auditor negara, sehingga tidak bisa sembarangan menggunakan dana PMN untuk kebutuhan lain,” papar Fauzan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×