Reporter: M Imaduddin | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perkembangan start-up khususnya di bidang e-commerce terasa masih sangat menanjak pesat. Hingga saat ini masih banyak e-commerce yang merangkak mencapai kesuksesan seperti meraih predikat unicorn atau mulai berorientasi kepada profit.
Perkembangannya saat ini lantas dipaparkan oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) sekaligus hasil survei kecilnya pada acara media briefing di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/2) siang.
Berdasarkan riset, saat ini dunia start-up Indonesia telah mencapai gelombang ketiga, di mana usaha rintisan membludak dan yang jadi persoalan adalah bagaimana cara mereka bisa bertahan di era persaingan yang sangat ketat ini.
"Di gelombang satu, diskusinya seputar bagaimana menambah start-up sebanyak-banyaknya. Di gelombang dua seputar bagaimana start-up yang sudah cukup mature bisa mencapai unicorn. Nah, di gelombang tiga ini masalahnya adalah bagaimana start-up bisa sustain," jelas Ignatius Untung, Ketua Umum idEA kepada awak media.
Sebab, di generasi ketiga ini sudah mulai banyak start-up yang mengalami gulung tikar, pivot atau perubahan arah bisnis, konsolidasi seperi merger dan akuisisi, serta kesulitan mendapatkan pendanaan dari investor jika rintisan masih di tahap awal.
Menurut Untung, honeymoon period bagi start-up di Indonesia sudah lewat, sehingga semakin banyak start-up yang membidik investor, semakin selektif pula para investor untuk mendanai mereka karena tidak semua ide bisa berjalan lancar.
Kemudian sulitnya mencari talent dalam menjalankan model bisnis ini menjadi masalah besar juga. Untung menjelaskan saat ini banyak start-up nasional yang kebingungan mencari pekerja, khususnya di bidang teknisi serta manajer produk.
"Software engineer itu langka, talent nomor satu yang paling sulit dicari karena butuh dana besar untuk membayar mereka. Disusul product manager, karena gak ada sekolahnya di Indonesia, jadi harus cari diaspora," ungkap Untung.
Meski demikian, nilai investasi bagi para start-up ini masih terus melonjak. Di 2017 saja, total valuasinya mencapai US$ 3 miliar. Naik lebih dari 100% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya US$ 1,4 milyar. Hanya saja, start-up yang masih di tahap awal kudu mengantisipasi persaingan yang ada.
CEO & Founder Bhinneka.com, Hendrik Tio yang ikut hadir menambahkan, untuk bisa sustain, start-up harus mau untuk berkreasi dan berinovasi. "Kalau jalan di tempat terus dan tidak mau kreatif dan inovatif, start-up akan mati diterjang. Mengapa Bhinneka bisa bertahan karena kami mencoba berkembang terus. Cari segmen baru, kategori baru, pengembangan teknologi, disrupt berbagai arena, serta jalin koneksi dengan pemain lain," jelas Hendrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News