kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

IESR Minta Pemerintah Sediakan Persaingan yang Setara Bagi Pengembangan EBT


Minggu, 26 Maret 2023 / 13:32 WIB
IESR Minta Pemerintah Sediakan Persaingan yang Setara Bagi Pengembangan EBT
ILUSTRASI. Warga menggembalakan sapinya di sekitar lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Sulawesi Selatan.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih terhalang kompetisi yang tidak setara dengan energi fosil yang sarat subsidi. Sementara, di berbagai negara, penurunan harga pembangkit energi terbarukan telah mendorong pemanfaatan energi terbarukan yang signifikan.

Di Indonesia, perkembangan kapasitas energi terbarukan dalam lima tahun terakhir di bawah target yang direncanakan. Selama 2015 sampai 2021, kapasitas energi terbarukan bertambah rata-rata 400 MW atau kurang dari seperlima dari pertumbuhan yang seharusnya untuk mencapai target 23% bauran energi terbarukan di 2025. Pada 2022, kapasitas pembangkit energi terbarukan bertambah 1 GW tapi masih jauh dari pertumbuhan seharusnya. 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyatakan, perkembangan energi terbarukan tidak signifikan karena adanya ketidaksesuaian level of playing field. Selama ini pembangkit energi terbarukan ini dianaktirikan dengan PLTU batubara.  

Terdapat pandangan bahwa batubara merupakan sumber energi paling murah. Padahal yang sebenarnya terjadi, listrik PLTU batubara murah karena ditopang oleh kebijakan DMO dan subsidi-subsidi lainnya mulai 2018. 

“Sementara itu, energi terbarukan tidak mendapatkan dukungan, malah harganya selalu diminta bersaing dengan listrik PLTU dan PLTG yang mendapatkan subsidi negara,” jelasnya dalam webinar, Jumat (24/3). 

Baca Juga: Penerapan CCS di PLTU Akan Meningkatkan Biaya Pembangkitan

Deon Arinaldo, Manager Transformasi Energi, IESR, menyatakan agar pengembangan energi terbarukan berlangsung secara adil, IESR merekomendasikan pemerintah dan perusahaan utilitas seperti PLN untuk mempercepat pengakhiran operasional PLTU batubara, serta memberikan insentif kepada pengembangan energi terbarukan dan teknologi penyimpanan energi, serta secara bertahap menghapuskan ketentuan DMO batubara di 2025. Pengembangan energi terbarukan akan menciptakan berbagai peluang ekonomi yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Industri manufaktur energi terbarukan seperti surya dan juga baterai berpeluang menciptakan basis ekonomi baru, menciptakan lapangan kerja hijau, dan juga membantu mendorong LCOE dan LCOS energi terbarukan dan Energy Storage System (ESS) lebih murah lagi di Indonesia dalam jangka panjang. 

“Oleh karena itu, perlu ada strategi integrasi pembangunan listrik energi terbarukan dan ESS dengan pengembangan industri manufaktur lokal,” kata Deon. 

Misalnya untuk energi surya, perlu mengalokasikan pasar energi terbarukan yang besar di Indonesia untuk membantu pertumbuhan industri lokal dan juga insentif industri lokal untuk membangun rantai pasok lengkap dan produksi modul tier 1 kualitas ekspor. 

Baca Juga: IESR Luncurkan Perangkat Simulasi Untuk Hitung Biaya Pembangkit Energi

Selanjutnya, IESR mendorong agar PLN sebagai operator sistem kelistrikan dapat secara aktif menerapkan solusi untuk mengatasi intermitensi energi terbarukan, misalnya dengan penyesuaian sistem operasinya dan meningkatkan fleksibilitas sistem. Selain itu, pemanfaatan sistem penyimpanan energi perlu dipersiapkan ketika penetrasi energi terbarukan sudah cukup besar di sistem energi di Indonesia. 

His Muhammad Bintang, Peneliti IESR mengusulkan, PLN sebagai operator utama sistem kelistrikan di Indonesia perlu menginisiasi beberapa proyek pilot sistem penyimpanan energi dengan berbagai macam jenis teknologi agar menemukan praktik baik dalam pemilihan teknologi dan prosedur operasinya. 

“Sejauh ini implementasi sistem penyimpanan energi masih terbatas pada sistem off-grid, padahal penyimpanan energi bisa memiliki banyak fungsi pada sistem skala besar, selain untuk integrasi pembangkit energi terbarukan,” ujarnya. 

Dengan banyaknya inisiatif proyek dan adanya kejelasan regulasi, Bintang menilai, bisa meningkatkan percaya diri investor, produsen teknologi, dan pengembang untuk mengembangkan rantai pasok sistem penyimpanan energi di Indonesia yang lebih lanjut membuat biayanya lebih ekonomis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×