Reporter: Mona Tobing | Editor: Mesti Sinaga
JAKARTA. Sebulan terakhir, Perum Bulog giat melakukan operasi pasar untuk menurunkan harga beras di bawah Rp 10.000 per kilogram (kg). Namun itu semua belum cukup. Sebab ada indikasi penurunan harga beras yang terjadi bukanlah cerminan bahwa tata niaga beras sudah membaik.
Abdullah Mansuri, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI), mengatakan, di Pasar Induk Cipinang masih ditemukan beras dalam kualitas jelek, sehingga harga beras menjadi murah.
"Beras oplosan mudah ditemukan di Pasar Cipinang. Beras ini adalah campuran dari beras mahal kualitas bagus dengan beras jelek dari Bulog. Sehingga harganya lebih murah hampir selisih Rp 2.000 per kilogram (kg)," kata Abdullah pada Senin (16/3).
Abdullah menambahkan, maraknya penjualan oplosan seakan dibiarkan oleh pemerintah tanpa ada pengawasan.
Ia memprediksi, harga beras belum mencapai harga normalnya, yakni di kisaran Rp 7.000 per kg pasca kenaikan harga BBM awal bulan lalu. Hitungan Abdullah, kenaikan harga BBM Rp 200 per liter turut mendongkrak kenaikan harga sekitar 5% - 10%. Sebab, komponen harga bahan pokok yang berasal dari BBM mencapai 20%.
Namun yang pasti, penurunan harga beras terjadi karena panen raya di sejumlah daerah.
Kementerian Pertanian (Kemtan) memprediksi, panen akan mencapai puncaknya di sejumlah daerah yang menjadi sentra produksi beras.
Aceh diperkirakan akan panen 91.600 ton gabah kering giling (GKG). Lalu, Sumatara Utara akan panen sebanyak 88.839 ton, dan Jawa Barat sebanyak 304.237 GKG ton.
Jawa Timur diperkirakan akan menghasilkan 519.741 GKG ton. Nusa Tenggara Barat akan panen sebesar 125.104 GKG ton. Kalimantan Selatan panen 67.503 ton GKG, dan Sulawesi Selatan sebanyak 140.708 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News