kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.200   59,26   0,83%
  • KOMPAS100 1.105   10,12   0,92%
  • LQ45 877   10,37   1,20%
  • ISSI 221   1,09   0,50%
  • IDX30 448   5,50   1,24%
  • IDXHIDIV20 539   4,27   0,80%
  • IDX80 127   1,28   1,02%
  • IDXV30 135   0,60   0,45%
  • IDXQ30 149   1,41   0,96%

Ikatan Apoteker Indonesia: Harga Obat Murah Buat Industri Farmasi Tak Berkembang


Kamis, 25 Juli 2024 / 20:15 WIB
Ikatan Apoteker Indonesia: Harga Obat Murah Buat Industri Farmasi Tak Berkembang
Ketua Pengurus Pusat IAI Noffendri memaparkan, dalam industri farmasi terdapat tiga jenis yaitu obat originator, obat generik bermerek dan obat generik.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyebut bahwa harga obat di Indonesia sudah murah, hal inilah yang membuat perkembangan industri farmasi di Indonesia terhambat.

Ketua Pengurus Pusat IAI Noffendri mengatakan dalam industri farmasi terdapat tiga jenis yaitu obat originator, obat generik bermerek dan obat generik.

"Di Indonesia, obat yang beredar itu ada tiga jenis. Yang pertama adalah obat originator, ini adalah obat yang pertama kali ditemukan oleh perusahaan farmasi karena berdasarkan hasil risetnya maka. Disebut dengan obat originator dengan masa paten 5-20 tahun," ungkap Noffendri saat ditemui Kontan di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (25/07).

Jenis kedua adalah obat generik bermerek yang berasal dari obat originator yang masa patennya habis.

Baca Juga: Kinerja Sido Muncul (SIDO) Tumbuh Positif di Semester I-2024, Ini Pendorongnya

"Setelah masa patennya habis, obat ini bisa diproduksi oleh perusahaan farmasi yang lain yang berdasarkan lisensi mereka. Kemudian jadilah obat generik," ungkapnya.

"Karena di Indonesia itu industri farmasi yang produksi banyak macamnya, kemudian dipilihlah merek, makanya disebut dengan obat generik bermerek," tambahnya.

Noffendri menambahkan jenis ketiga adalah obat generik tadinya diproduki oleh perusahaan farmasi milik BUMN, kemudian sekarang merambah keperusahaan swasta.

"Maka, dari sini juga udah kelihatan mana yang paling mahal mulai dari obat originator, generik bermerek dan generik," katanya.

Pendorong besar harga obat generik di Indonesia murah menurut Noffendri, adalah karena adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan mengikuti alur pendistribusian JKN, industri farmasi ungkapnya akhirnya berpaku pada target volume penjualan namun harganya sudah ditetapkan melalui e-katalog.

Ia juga mengatakan penetapan harga ini membuat industri farmasi di Indonesia terutama yang mengikuti JKN kurang bisa berkembang, karena secara profit sudah ditetapkan harganya melalui e-katalog.

"Industri farmasi itu kan butuh biaya RnD kan, riset and development. Bisa dicari datanya berapa dana yang disiapkan industri farmasi ini untuk RnD karena sudah tertekan harga," jelasnya.

Ia menambahkan pihak IAI, mengkhawatirkan jika harga obat generik terus ditekan akan berpengaruh pada kapasitas produksi masing-masing perusahaan farmasi.

"Kami khawatirkan kalau terus menekan harga yang terjadi adalah kekosongan obat, orang gak mau lagi produksi. Kalau temen-temen sering denger ada obat kosong-obat kosong, ya karena itu. Karena harganya itu sudah sangat murah sekali terutama kalau untuk JKN," jelasnya.

Meski begitu, ia mengatakan program JKN harus tetap dilanjutkan namun juga harus melihat dari sisi beban di industri farmasi.

"Harapan kita dilanjutkan, cuman harapan kita juga harga bisa realistis untuk industrinya bisa berkembang, jadi harganya harga yang rasional. Sebab obat ini punya nilai sosial, bukan produk biasa, karena bisa menyembuhkan orang. Dan ini kita penting karena untuk ketahanan dalam negeri kita,  yang belum kan dari sisi bahan baku," jelasnya. 

Baca Juga: Harga Obat Lebih Mahal Karena Ketergantungan Impor Bahan Baku, Ini Kata Kemenperin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×