kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IKATSI mendesak pemerintah membenahi birokrasi pro impor produk tekstil


Kamis, 08 April 2021 / 13:35 WIB
IKATSI mendesak pemerintah membenahi birokrasi pro impor produk tekstil
ILUSTRASI. Tekstil. KONTAN/Baihaki/07/04/2021


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menanggapi bahwa safeguard pakaian jadi sangat penting bagi seluruh rantai nilai sektor TPT hingga petrokimia nasional.

“Bahan baku pakaian jadi yang diproduksi oleh Industri Kecil Menegah (IKM) adalah kain dari industri tenun dan rajut, kemudian, benang, serat, asam thereptalat (PTA) hingga paraxylene (PX) yang diproduksi oleh Pertamina. Jadi, ini menyangkut nasib seluruh rantai nilai yang melibatkan lebih dari 5 juta tenaga kerja langsung dan ribuan perusahaan berskala kecil, menengah, hingga besar,” terang dia.

Redma pun menyoal kajian internal BAPENAS yang menolak pengenaan safeguard yang dianggapnya terlalu dangkal dan membandingkannya dengan hasil kajian IKATSI. Kajian BAPENAS hanya menghitung dampak inflasi bagi konsumen jika dikenakan BMTP pakaian jadi tanpa menghitung dampak dari kegiatan produksi di dalam negeri.

“Kajian dampak pemberlakuan safeguard yang dilakukan IKATSI tentu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan bisa membayar dampak inflasinya,” jelas Redma.

Bahkan, menurutnya kajian IKATSI belum memperhitungkan setoran PPH badan, pembayaran listrik, penggunaan logistik, hingga dampak ekonomi lainnya yang terjadi jika 130.000 ton garmen itu diproduksi di dalam negeri dan belum lagi menghitung dampaknya ke sektor petrokimia sebagai bahan baku serat.

Redma pun menyoal kesimpulan BAPENAS bahwa pengenaan BMTP akan menurunkan kinerja ekspor adalah hal yang mengada-ada dan menunjukkan bahwa BAPENAS tidak memahami struktur bisnis industri TPT.

Dia berpendapat, 85% produsen ekspor berada di Kawasan Berikat yang tidak terkait aturan safeguard di mana 15% di antaranya menggunakan fasilitas KITE. Adapun produsen brand internasional disebut telah ditunjuk oleh Buying Agent yang berbasis di Hongkong atau Singapura serta tidak ada hubungannya dengan importir pemegang lisensi distribusi di dalam negeri.

“Ini kan lagi lagu lama. Setiap kita ajukan kebijakan yang pro produsen dalam negeri selalu ditakut-takuti dengan inflasi dan ekspor yang turun, tapi kalo ada usulan fasiliitasi impor, cepat sekali diimplementasikan,” pungkas Redma.

Selanjutnya: Prospek Saham Manufaktur Terdongkrak Optimisme Pemulihan Ekonomi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×