Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pandemi Corona, revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) alias UU Minerba terus berjalan. Setelah merampungkan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) bersama pemerintah, panitia kerja (Panja) Komisi VII DPR RI melakukan pembahasan bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPR) RI.
Dalam rapat yang digelar secara virtual pada Senin (27/4) kemarin, Komite II DPD RI mengajukan sejumlah usulan. Salah satu usulan yang menjadi sorotan ialah pandangan DPD terkait jangka waktu dan izin usaha pertambangan.
Baca Juga: Polemik Perpanjangan Izin Tambang Batubara
Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin mengungkapkan, pihaknya tak sepakat dengan pemberian izin otomatis terhadap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang habis masa berlakunya. Hal ini menanggapi Pasal 172 A pada draft revisi UU Minerba hasil pembahasan Panja.
Dalam Pasal 172 A ayat (1), dinyatakan bahwa permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi (OP) dapat diajukan paling cepat empat tahun dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya IUP OP mineral dan batubara (minerba). Selain itu, Pasal 172 A ayat (2) RUU Minerba menjelaskan permohonan perpanjangan IUPK OP dapat diajukan paling cepat lima tahun dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya IUPK OP untuk minerba.
"Sehingga, aturan-aturan tersebut terkesan memudahkan pemegang IUP OP dan IUPK OP untuk melakukan perpanjangan pengusahaan pertambangan minerba," kata Bustami dalam rapat virtual bersama Panja Komisi VII DPR RI.
DPD RI berpendapat agar pemegang IUP OP dan IUPK OP hanya memegang izin operasi produksi yang tidak dapat mengajukan perpanjangan secara otomatis. "Jika masa berlaku IUP OP atau IUPK OP telah habis, maka lahan pasca tambang harus dikembalikan kepada negara dan proses setelahnya menggunakan cara lelang," sambungnya.