kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Imbas pandemi, REI sebut penjualan properti perumahan turun 60%


Jumat, 08 Januari 2021 / 14:35 WIB
Imbas pandemi, REI sebut penjualan properti perumahan turun 60%


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Umum Asosiasi Real Estat Indonesia (REI) Hari Ganie mengatakan, pandemi covid-19 berdampak pada berkurangnya penjualan sektor properti.

“Kami sektor perumahan bisa penjualannya terpotong sampai 50 % - 60%. Dan sektor non perumahan, apalagi perhotelan itu sampai 95% terpotongnya penjualannya. Jadi bisa dibilang kita menghadapi masa – masa yang paling kelam lah yang kita hadapi saat ini,” kata Hari dalam Dikusi bertajuk Membedah Pengaduan Konsumen 2020 YLKI, Jumat (8/1).

Hari memperkirakan efek pandemi terhadap penjualan properti masih akan terasa setidaknya hingga satu tahun atau dua tahun ke depan.

Meski begitu, REI berharap, regulasi UU Cipta Kerja dapat memperbaiki regulasi yang berkaitan dengan sektor properti.

“Per hari ini sektor kami ini, sektor perumahan properti sangat terdampak dari awal 2020 sampai hari ini dan kami perkirakan sampai satu tahun, dua tahun ke depan masih juga terdampak,” ujar dia.

Baca Juga: Penyaluran KPR diproyeksi bakal lebih mekar di tahun 2021

Lebih lanjut Hari mengatakan, pengaduan konsumen di sektor perumahan sepanjang 2020 sebagian terkait dengan perumahan – perumahan menengah atas dan perumahan skala besar. Kemudian jenis pengaduannya banyak terkait masalah pembangunan mangkrak, refunds, dan serah terima.

“Ini merupakan satu kelompok yang permasalahannya tidak sederhana. Ini masalahnya terkait banyak hal, termasuk juga terkait dengan regulasi yang saat ini sedang dibenahi oleh pemerintah melalui UU cipta kerja,” ucap dia.

Hari mengatakan, regulasi sektor properti berkaitan dengan banyak pihak terkait. Seperti dengan Kementerian PUPR tentang perumahan dan infrastruktur.

Regulasi tentang peraturan perizinan, tata ruang, pertanahan dari Kementerian ATR/BPN. Juga terkait dengan Kementerian Keuangan tentang pajak.

Ia menyebut, yang paling penting dalam pengaturan sektor properti adalah regulasi harus bisa dilaksanakan dan regulasi sesuai dengan fakta di lapangan.

Kemudian, regulasi harus mengakomodasi keseimbangan dan keberpihakan antara pengembang, konsumen, juga dengan regulator misalnya pemerintah daerah.

“Jadi keseimbangan regulasi kunci daripada menyelesaikan permasalahan yang muncul di sektor perumahan,” kata Hari.

Baca Juga: Ini penyebab kawasan industri menjadi sektor yang paling prospektif pada 2021

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, sepanjang 2020 pihaknya menerima 3.692 pengaduan konsumen. Tercatat ada 52 pengaduan kelompok konsumen yang berkaitan dengan apartemen, perumahan dan kios.

Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim mengatakan, sepanjang 2020 terdapat 1.370 pengaduan konsumen yang masuk ke BPKN. Dari jumlah itu, sektor perumahan merupakan sektor yang paling banyak mendapat aduan yakni 38,39 persen.

Permasalahan yang diadukan di antaranya terkait legalitas perumahan yang tidak jelas, PBB dan IMB yang belum dipecah, fasilitas sosial dan fasilitas umum perumahan. Kemudian terlambatnya penyelesaian pembangunan apartemen, terlambatnya serah terima perumahan/apartemen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×